Maulana Abdurrahman al-Jami, dalam kitabnya "Nafahat al-Uns Min Hadhrat al-Quds", menukilkan sebuah cerita hagiografis yang bersumber dari Dzun Nun al-Mishri (165-245 H)—seorang tokoh sufi besar generasi awal. Dia menuturkan:
Aku bermaksud keluar dari Mesir menuju Jeddah. Aku naik kapal bersama serombongan penumpang lainnya. Di antara penumpang itu ada seorang anak muda yang memakai baju rombeng (pakaian khas kaum sufi). Aku berhasrat menemani dan mengobrol dengannya, tapi karena kewibawaan dan kebesarannya aku tak mampu berbincang hingga mendekatinya sekalipun. Padahal, tak ada pembatas ibadah di antara kami.
Suatu hari, ada berita kehilangan sebuah berlian dari salah seorang penumpang yang membawa bungkusan emas dan berlian. Seisi kapal menuduh si pemuda tadi dan berniat mencelakainya. Kukatakan pada mereka, “Kalian diam dulu, biar aku yang akan menanyainya!” Lalu, aku pun mendekati pemuda itu dan aku tanyakan kepadanya dengan bahasa yang santun dan penuh kelembutan, “Mereka ini menuduhmu begitu dan begitu. Mereka bahkan ingin menyakitimu, tapi kucegah mereka. Nah, sekarang apa yang harus kita lakukan?”
Pemuda itu hanya mengangkat alisnya ke langit seraya berkomat-kamit mengucapkan sesuatu yang rahasia. Tiba-tiba muncullah sekawanan ikan paus di permukaan air. Pada mulut masing-masing ikan paus itu terdapat berlian. Dia mengambil sebutir berlian dari mulut salah satu ikan paus itu, kemudian menyerahkannya kepada penumpang yang kehilangan. Setelah itu, dia letakkan kakinya di atas air dan dalam sekejap tubuhnya menghilang tanpa jejak. Melihat kejadian itu, si pencuri yang asli terperanjat ketakutan hingga akhirnya mengakui perbuatannya dan menyerahkan berlian yang dicurinya kepada sang pemilik benda itu. Maka, setelah rahasia pencurian itu terbongkar, seisi kapal pun menyesali atas apa yang telah terjadi.
#CATATAN:
Sebagian orang mengatakan peristiwa semacam itu adalah 'karamah" jika ia seorang wali yang lurus, tetapi sebagian lainnya meragukan hal itu. Sebab, menurut Syekh Ibnu Taimiyah, peristiwa luar biasa seperti itu bisa saja terjadi pada orang-orang yang bukan wali Allah. Jika diketahui secara pasti bahwa orang itu kafir, zindik, munafik, pendusta, dan pelaku kemaksiatan lainnya, maka dapat dipastikan pula bahwa hal itu hanyalah tipu daya setan dan pelakunya adalah wali-wali setan.
JAMAL T. SURYANATA, budayawan banjarmasin
Comments
Post a Comment