MUHAMMAD THOBRONI | PEMECAH KEHENINGAN DALAM PERJALANAN DARI KALIWUNGU KE SEKARAN | CERPEN | AMBAU.ID | ZONA LITERASI



Oleh Muhammad Thobroni


Agak mengherankan, kami mulai saling bertanya-jawab di Kaliwungu. Kami ialah saya suami dan istri saya. Biasanya kami berbincang sejak dari rumah kami di Brangsong. Tapi kali ini tidak. Sepanjang Brangsong hingga tiba Kaliwungu perjalanan sangat senyap. Bahkan suara kendaraan sekeliling pun semacam siup. 


Dalam 15 menit dari Brangsong itu kami masih khusyu' dengan pikiran masing-masing. Mungkin juga karena saya masih belum pulih. Sebab baru bangun tidur. Sholat dhuhur. Dan menata ulang kamar anak-anak ayam. Ada yang usia 6 hari, 40 hari dan 2 bulan. Rupanya 6 ekor yang saya satukan di kamar tengah geger dari tadi. Mereka diserang kakak-kakaknya dari kamar sebelah kiri dan kanan. Ditotoli. Dicucuki. 


Dulunya kamar paling kanan dihuni 2 ekor usia 40 hari. Dua yatim piatu yang emaknya tewas kalah kelahi dengan ular tempo hari. Juga 3 saudaranya yang ikut mati disengat bisa ular. Mereka sejauh ini kuat bertahan hidup. Malah tampak sangat nakal. Cenderung bengal. 


Pernah kamar paling kanan itu ditambah 1 ekor usia 2 bulan. Tapi di kamar itu, kakak tertua betina rupanya dibully. Dimusuhi jago nomer dua. Dan betina nomer tiga. Alias dua bersaudara yatim piatu tadi. Akhirnya 1 ekor betina paling tua, usia 2 bulan, saya sendirikan di kamar tengah. 


Kamar paling kiri tadinya ditempati si pace, satu-satunya jago sisa opor lebaran silam. Si pace kalah tarung. Hampir saja tewas. Sebelum ditemukan dan diselamatkan si emak, istri saya. Sebelum jalan, si emak menemukannya sedang lemas terkulai di bawah rimbunan batang pisang. Oleh istri saya si pace dikarantina di kamar paling kiri.


Kondisinya sudah lumayan meski matanya masih kelihatan susah membuka sebelah.Sekian hari kemarin, si pace berdiri pun tak sanggup. Hanya gleprak seharian. Bahkan suguhan poor tak dimangsa. Saat ini semakin membaik. Beras sudah nggames. Poor juga ludes. Beberapa kali saya keluarkan kandang juga sudah berdiri tegak. Dan yang menggembirakan, si pace sudah mulai berani menggoda betina! Kluruk juga sudah sangat nyaring. Sejak pukul 02.00 pagi sudah lantang berkokok. 


Pagi tadi si pace dibebaskan. Kamarnya di tempati dua ekor  betina usia 40 hari dan 2 bulan. Si calon jago hitam usia 40 hari terpaksa disendirikan. Kamar tengah dihuni 6 ekor adik mereka berusia 6 hari. Diletakkan di tengah pertimbangannya agar lampu bolam 5 watt bisa dipakai bertiga kamar. Dengan pusat kehangatan tetap di kamar tengah mana 6 ekor adik mereka mulai tinggal. Pagi tadi juga menjadi pengalaman awal 6 ekor menikmati sinar matahari langsung. Sinar menyusup dari sela anyaman kerai bambu. Langsung menerobos ke rakitan besi kandang galvanis. 


Tapi siang tadi kandang mendadak hiruk-pikuk. Saya spontan ke kandang. Rupanya adik berkakak beda emak itu saling berkenalan. Saling menjajaki. 6 ekor bocah bayi di kamar tengah jadi korbannya. Mereka diserang dua ekor betina dari kamar kiri. Dan diserang calon jagoan hitam dari kamar kanan. 


Akhirnya kamar mereka saya tata ulang. Si calon jago hitam saya pindah sementara ke kamar dua betina. Kamar bekasnya saya bersihkan. Saya rekayasa untuk kamar bayi 6 bulan. Diberi alas bekas alas kaki penumpang mobil. Suguhan poor ditabur dan ditebar di atas alas kaki. Untuk makanan. Juga untuk bermain mereka. Meski berontak, mereka tetap saya pindahkan. Dan tercipta lah Kegaduhan yang mengasyikkan. Meski hanya sebentar. 


Si calon jago hitam saya pindahkan ke kamar tengah. Lampu 5 watt saya atur di kamar kaling kanan. Mepet dinding kerai bambu. Ini juga lebih memudahkan atur sambungan kabel. Karena lebih dekat dengan saklar. 


Lepas urusan anak ayam, saya sempatkan nyuntik betina kelinci. Betina muda yang harusnya sudah mau dikawinkan tapi belum sedia. Belum siap. Mungkin karena kondisi fisiknya ada scabies si telinga. Batinnya agak tertekan dengan penampilan yang kurang sempurna. 


Masih ada waktu sekitar 30 menit untuk tidur. Sejenak. Sebelum adzan dhuhur terdengar. Dan sebelum berbaring lelap tadi, saya juga masih sempat mengerok dan mengerikan lelumutan. Jalan lorong yang memisahkan dua rumah lumutan lumayan tebal. Kasihan mereka yang tidak terbiasa lewat. Tidak tahu lorong tersebut licin. Dalam sekejap sembari yutuban murotal saya berhasil ngerok dan ngerik. Banyak lumutnya seember besar penuh. 


Alhamdulillah tubuh terasa segar. Dan berkeringat. Habis cuci tangan, wajah dan kaki, saya pindahkan HP beserta yutub nya ke ruang tengah. Dan berbaringlah saya hingga dibangunkan istri. Rupanya dia jadi mengajak pergi. Dia sudah bersiapp diri. Saya pun mandi. Dan lanjut sholat secara adzan dhuhur sudah kumandang juga. 


"Kita makan dulu ya. Biar nggak masuk angin, " Ujar istri saya. Rupanya sudah disiapkannya tempe goreng dan oseng jipang. Lumayan mantap di tenggorokan dan perut. Langsung nyesss. 


Tapi rupanya kami belum pulih benar. Belum sadar. Hingga perjalanan berbelok dan menikung serta melewati likuran polisi tidur pun sangat hening. Hampir-hampir tak ada suara terdengar. Saat tiba di pertigaan Pasar Gladak Kaliwungu Selatan, barulah istri saya membuka percakapan. 


"Tadi aku tidur didatangi mamake, " ceritanya membuka. Mamake sudah almarhumah sekian tahun silam. 


Ini adalah pemecah keheningan yang dahsyat. Semacam lead tulisan yang luar biasa. Pasti bakal disambung dengan kisah menarik berikutnya. Saya tak ingin lewatkan sedikitpun. 


Saya fokus mendengarkan. Juga fokus memandang depan. Sesekali lirik spion kiri kanan. Memastikan perjalanan aman dan nyaman. Istri menceritakan banyak hal perbincangan dengan mamak dalam mimpi. Isinya menggembirakan. Termasuk mamak yang menghibur dan menyemangati agar kuliahnya lekas selesai. 


Sekira 30 menit lewat jalur Boja, arah Gunung Pati, jalur atas semarang lumayan ramai. Tidak seperti biasanya. Di dekat POM Bensin boja terjadi kkemacetan kecil. Rupanya ada perbaikan jalan aspal. Juga seorang ibu yang menyalakan sein kiri padahal hendak belok kanan. Masuk kawasan POM Bensin. Dengan sedikit ngegas, saya berhasil menyalip pick up yang berjalan dengan gigi rendah. Dan tampak terhuyung sebab mengangkut tumpukan kayu lapis. 


Berhasil melewati pick up, kami dapat menikmati jalan aspal jalan boja yang sangat mulus. Masih keliatan sangat hitam. Mengkilap. Jangan bandingkan beberapa bulan silam. Banyak lubang. Dan gelombang. Apalagi tepat saat musim galian. 


Klotak!


Saya kaget. Sebuah kerikil lumayan besar menghantam arah wajah. Untungnya kena kaca helm. Inilah barokahnya tertib lalu lintas. Seperti gunakan helm standar. Kita tidak tahu asal musibah datang dari mana. Kerikil tadi lompat terlempar oleh sebuah motor yang melaju cepat. 


"Dari tadi kok seperti ada batu yang dilempar ke arah kita ya! Tadi pagi Sebelum dan sesudah subuh juga atap dan pintu rumah seperti ada yang lempar batu. Tapi kucari tak ada tuh pelempar nya. Bekas batu juga tak ada. Jangan-jangan sampean ada khodamnya. Sepertinya ada yang kirim santet. Tapi mental! " istri saya mulai mistis. Biasalah efek bacaan cerita. Juga tontongan. Akhir-akhir ini dia juga rajin baca watak orang berdasarkan hari kelahiran. Pon atau wage. Shionya banteng atau celeng. 


Seperti biasa saya diamkan. Cukup mendengar dan menyimak. Ternyata cerita mistis oleh istri saya itu membuat perjalanan tak terasa. Kami tiba di Gunung Pati pukul 14.15. Artinya 1jam lebih 15 menit perjalanan. Tidak mampir bakso atau es degan. 


Di pertigaan dekat Pekintelan kami berhenti. Istri saya harus top up paket data. Sebagai generasi tua, dia butuh mengaktifkan whatsapp. Untuk menghubungkan. Dihubungi dan menghubungi. Jarang sekali aplikasi lain. Paling Shopee, grab, instagram, atau facebok untuk lihat-lihat kondisi dunia. 


Jalanan sepanjang Pekintelan arah sekaran lumayan sibuk. Kanan kiri penuh khazanah kuliner. Baik kuliner hasil kreasi leluhur dalam negeri. Atau inovasi khazanah kuliner luar negeri. Paling banyak kuliner Korea dan Jepang. Kawasan Gunung Pati juga tampaknya sedang menikmati musim mangga. Sudah agak lama saya tidak menyaksikan mangga dijual. Durian, pepaya dan pisang lumayan melimpah. Tinggal pilIh. 


Di Sekaran, saya pilih gazebo paling pojok. Pinggir dekat hutan jati. Tak ada kopi. Kantinnya sudah tutup. Atau memang tidak buka. Dari gazebo paling pojok saya lebih leluasa memandang segala arah. Termasuk memandang para mahasiswi. Di antara hutan jati konservasi, gedung megah dan taman yang indah, para mahasiswi lah salah satu sumber dan subyek inspirasi. 


Sekaran, Juni 2022

Comments