MUHAMMAD THOBRONI | HARI KEBANGKITAN, ILUSI DAN HALUSINASI | KOLOM | AMBAU.ID | ZONA LITERASI



Oleh Muhammad Thobroni

(Penjaga Kandang Kelinci dan Pecinta Kebun)


Hari Kebangkitan berkonotasi positif dengan banyak konteks. Ia mengandung energi menggelegak. Menggelora. Meledak-meledak. Pantang menyerah. Tiada putus asa. Dan melawan segala aral melintang. 


Bangkit bermakna bangun sekuat tenaga dari keterpurukan. Jatuh dan terperosok. Gigal dan terjerumus. Tertindas atau terjajah. Terkungkung dan terpenjara. Kekalahan dalam waktu yang lama. Ketakberdayaan dari masa yang suram. Dan kelemah-lungkrahan dari tekanan kiri-kanan. 


Setiap individu boleh dan bisa memimpikan "hari kebangkitan". Dia butuh harapan baru. Semangat lebih segar. Dan mengeluarkan motif yang masih terpendam. Harus bangkit! Dari lingkaran setan kemiskinan. Silang sengkarut kejumudan dan kebodohan. Keruwetan nasab dan silsilah sejarah sosial. Bangkit dari apa saja yang tidak mengenakkan baginya perseorangan. 


Orang bisa terpuruk karena bisnis ambruk. Orang bisa tersungkur sebab asmara cinta remuk. Orang bisa hancur lebur bersumber soalan kejenuhan, kebosanan dan stagnan tanpa alasan. Butuh "hari kebangkitan" agar keluar dari situasi mencekam. Siapa betah dengan ketidakenakan? Siapa tahan dengan ketidkanyamanan? 


Hari kebangkitan ialah tenaga yang pada sebagian imaji komunitas. Mereka yang rindu kebebasan. Mereka yang kangen kemenangan. Mereka yang haus kesuksesan. Mereka butuh hari kebangkitan untuk bergerak. Bangun dan berjalan. Melangkah dan berlari. Waspada dan hati-hati. Setapak demi setapak. Menuju ujung jalan yang menjadi harapan. Ada akhir perjuangan yang diimpikan. Mesk ada simpangan dan belokan. Meski ada tanjakan dan turunan curam. Meski ada ancaman longsor dan nganga jurang di kiri kanan. 


Setiap komunitas, kelompok, organisasi, jamaah, jam'iyyah, majelis, bangsa, negara, partai, perusahaan, dan beragam lain, mereka punya mimpi. Punya harapan. Punya utopia. Punya tanah yang diimpikan. Mungkin para pendaki gunung punya jawabnya. Mereka mudah tiba di puncak sendirian. Apesnya paling sesat atau hilang. Berbeda halnya berombongan. Tak mudah dan tak gampang. Mereka harus tiba di puncak semua. Jangan ada korban di antara mereka. 


Hari kebangkitan tak mudah begitu saja diwujudkan. Hampir-hampir ia hanya berbentuk ilusi. Tak pernah tampak tapi sering digembargemborkan. Tak pernah maujud tapi diorasikan. Tak pernah wujud tapi diceramahkan dan dikultumkan. Hari kebangkitan ibarat angin surga. Segar dan sejuk dihembuskan. Meninabobokan mereka yang terbius dan terkesima. Terpesona dan terpana. 


Tapi, hari kebangkitan harus tetap ada. Diumbulkan dan diterbangkan. Dihangatkan dan dipanaskan. Dicairkan dan dialirkan. Disumberkan dan dideraskan. Jadi riak, ombak dan gelombang. Mereka yang awam harus disemangatkan. Para jamaah harus diberdayakan. Para massa harus dikuatkan. Para rakyat harus digelorakan. Dengan pelita, dengan kejayaan dan keadilan. Umat harus terus bersemangat. 


Slogan-slogan perlu terus diproduksi. Juga direproduksi bila tak ada lagi imajinasi. Jargon-jargon wajib terus di kreasi sebagai bahan agitasi. Juga perlu bendera dikibarkan. Poster disebarkan. Spanduk dimalangmelintangkan. Banner dan selebaran dicetak ulang. 


Buku-buku ditulis kembali. Diedit dan dipercantik wajah. Dicetak kembali dalam edisi revisi. Bila perlu didigitalisasi. 


Hari kebangkitan butuh beragam cara dan upaya. Butuh pendekatan dan strategi. Butuh metode dan teknik implementasi. Sebab ada bahaya mengancam bernama halusinasi. 


Ilusi-ilusi yang terus diajarkan tanpa diskusi dapat menjadi dogma. Dogma-dogma yang terus diwariskan lewat kaderisasi tanpa filosofi dapat menjadi sumber halusinasi. Para pengikut hanya duduk menanti. Kapan tiba juru selamat dan membawa mereka menuju terminal harapan. Mereka dapat terjebak stagnasi dan kebisuan. Terkena racun halusinasi yang terus dijejalkan. 


Hari kebangkitan harus menjadi mimpi. Dan para pemimpi harus bangun untuk mewujudkan. Mereka butuh sadar ada bahaya mengancam. Bila ilusi menyebabkan halusinasi. 


Brangsong, Mei 2022

Comments