ISBN, PERPUSTAKAAN NASIONAL DAN TANGGUNG JAWAB NEGARA | KOLOM | MUHAMMAD THOBRONI | AMBAU.ID | ZONA LITERASI



Oleh Muhammad Thobroni

(Penjaga Kandang Kelinci dan Pecinta Kebun) 


Dari situs Wikipedia, ISBN dijelaskan sebagai International Standard Book Number. ISBN menjadi "pengindentikasian unik" untuk buku-buku yang digunakan secara komersial. Sistem ISBN diciptakan di Britania Raya pada tahun 1966. Penciptanya seorang pedagang buku dan alat-alat tulis bernama W H Smith. ISBN semula disebut Standard Book Numbering atau SBN.


Dari situs resmi Perpustakaan Nasional (perpusnas) milik Indonesia, yakni perpusnas.go.id, dijelaskan bahwa ISBN diberikan oleh Badan Internasional ISBN  berkedudukan di London. Di Indonesia, yang berhak memberikan ISBN ialah Perpustakaan Nasional RI. Penerbit yang hendak menerbitkan buku harus mengurus ISBN ke perpusnas. Dari situs juga terdapat penjelasan bahwa perpusnas  berfungsi memberikan informasi, bimbingan dan penerapan pencantuman ISBN serta KDT (Katalog Dalam Terbitan).


Masih dari sumber yang mudah dicari dan ditelusuri secara instan, yakni Wikipedia, ditemukan penjelasan bahwa Perpustakaan Nasional merupakan perpustakaan yang secara khusus didirikan oleh Pemerintah Negara demi menyimpan informasi negara tersebut. Berbeda dengan perpustakaan umum, sangatlah jarang khalayak ramai diperbolehkan meminjam buku. Seringkali sebuah perpustakaan nasional menyimpan koleksi langka dan bersejarah. Perpustakaan nasional beserta jaringannya ke daerah merupakan lembaga resmi negara untuk meningkatkan layanan masyarakat dalam hal "urusan Pustaka".


Secara lebih jelas, lugas dan tegas, situs resmi perpusnas.go.id mengutip regulasi yang menjadikannya punya wewenang besar dan luas. 


Misalnya dalam hal kedudukan. Kedudukan perpusnas dilindungi undang-undang secara istimewa. Sebab perpusnas merupakan Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Ia dipimpin oleh seorang Kepala.


Tugas pokok dan fungsi perpusnas juga dilindungi undang-undang. Dijelaskan bahwa perpusnas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpustakaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi: (1)  menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;

melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan; (2) 

membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; (3) dan

mengembangkan standar nasional perpustakaan.


Masih terkait regulasi di atas, perpusnas juga diperkuat dengan fungsi (1) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang perpustakaan; (2) pengoordinasian kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Perpustakaan Nasional; (3) pelaksanaan fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang perpustakaan; (4) dan penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.


Dalam hal wewenang pun perpusnas diberi perlindungan yakni (1) penyusunan rencana nasional secara makro di bidang perpustakaan;

perumusan kebijakan di bidang perpustakaan untuk mendukung pembangunan secara makro; (2) penetapan sistem informasi di bidang perpustakaan; (3)  kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan meliputi:

perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang perpustakaan; dan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan pelestarian pustaka budaya bangsa dalam mewujudkan koleksi deposit nasional dan pemanfaatannya.


Dengan kedudukan, tugas dan fungsi, serta wewenang yang besar dan luas tersebut, perpusnas sebenarnya boleh dan mampu diharapkan melakukan banyak hal, termasuk dalam hal mengelola ISBN. Harapan besar tersebut terutama harus dilihat dalam konteks mulai bertumbuhnya budaya literasi yang diinisiasi sendiri oleh pemerintah lewat gerakan literasi nasional. Gerakan literasi nasional juga diapresiasi dan didukung masyarakat luas lewat berbagai ikhtiar pendekatan, strategi, metode dan teknik gerakan literasi. 


Saat ini membaca dan menulis telah mulai menjadi hobi dan kesenangan baru. Di rumah-rumah orang mulai senang belanja, koleksi dan membaca buku. Untuk diri sendiri maupun anggota keluarganya. Di sekolah-sekolah, buku dan bacaan lain mulai mudah ditemukan di perpustakaan sekolah dan pojok baca di taman atau kebun sekolah. Di masyarakat, Buku-buku juga makin gampang diakses di perpustakaan daerah, perpustakaan desa, taman bacaan masyarakat dan gardu siskamling biasa para bapak begadang siaga jaga kampung atau basecamp pkk biasa kaum ibu arisan sembari bicara bisnis. 


Dalam hal budaya literasi tulis pun sangat menggembirakan. Di rumah-rumah, orang dewasa dan anak-anak menulis suntuk di kamar, ruang tamu bahkan dapur. Di sekolah, kepala sekolah, guru, siswa bahkan tata usaha mulai mengisi waktu dengan menulis apa yang dilihat, dirasakan, didengar dan ingin diekspresikan. Di masyarakat, gubernur, bupati, camat, lurah, RT, kyai, pendeta, biksu, beserta jamaah dan stafnya juga mulai rajin menulis. Mereka bergembira dan berbahagia lewat menulis. Terlibat tulisan mereka diterbitkan dalam bentuk buku. Dan di buku mereka tertera ISBN yang menunjukkan karya mereka diapresiasi secara struktural maupun kultural. 


Di kalangan dunia akademik dan seni budaya pun menggembirakan. Rektor, dekan, dosen, sastrawan, penari, pelukis, mahasiswa, bahkan satpam juga mulai senang menulis. Dengan gembira dan bahagia. 


Bahkan sekarang ini, seorang penjaga kandang kelinci juga mulai suka menulis. Ikut merayakan kegembiraan dan kebahagiaan tumbuh subur literasi dan sastra. 


Negara juga pasti ikut gembira dan bahagia. Rakyatnya gembira dan bahagia budaya literasi baca dan tulis mulai tumbuh subur di mana-mana. Perpusnas sebagai kaki tangan negara pasti juga ikut gembira dan bahagia menikmati buku yang ditulis dan dibacanya memiliki ISBN semua. Sebab menggembirakan dan membahagiakan rakyat ialah tanggung jawab negara. 


Sangat sederhana. 


Brangsong, Mei 2022

Comments