FOLLOWERS, FRIENDS, DAN BESTIE | KOLOM | MUHAMMAD THOBRONI | AMBAU.ID | ZONA LITERASI



Oleh Muhammad Thobroni

(Penjaga Kandang Kelinci dan Pecinta Kebun)


Jagad digital membuka jalan banyak orang untuk menambah kenalan. Memperbanyak teman. Dan juga mengeratkan persahabatan.


Terdapat beberapa istilah kebahasaan terkait teman dan pertemanan. Kawan dan perkawanan. Sahabat dan persahabatan. Pengikut dan kepengikutan. Dalam dunia maya, makna dan sifat bagi istilah-istilah tersebut pastinya tidak terlalu leterlek. Terlebih dikaitkan dengan lema dalam kamus resmi bahasa yang dikeluarkan negara. Istilah-istilah tadi masih dapat diartikan dengan pijakan kamus resmi dengan beberapa penyesuaian fungsi dalam komunikasi digital khususnya media sosial. 


Followers merupakan "para pengikut". Mereka mengikuti siapa dan apa saja. Terpenting idola memiliki "sesuatu" yang layak "diikuti". Sebab jagad digital menawarkan pesona lewat visual, audio, audio visual. Ada teks, gambar dan gambar bergerak. Ini sangat berbeda dengan koran atau majalah atau buku cetak, yang fokus menyasar penglihatan. Berbeda pula dengan radio yang fokus menggarap pendengaran. Juga agak beda dengan televisi dan video yang menyasar dua hal sekaligus yakni penglihatan dan pendengaran. 


Para followers dapat dan boleh mengikuti akun atau chanel orang yang dikenal. Baik pernah mengenal langsung atau tidak pernah bertatap wajah sekalipun. Tapi para followers sebaliknya "tidak ingin dikenal" oleh idolanya. Mungkin ini semacam kecurangan digital. Sebab satu sisi ada pihak yang semangat mengikuti lain pihak. Namun sisi lain mereka tak ingin dikenali. Sebagian malah mengunci mati akun mereka sehingga tak dapat dimasuki orang lain. Hubungan ini tampak "setengah hati". Meski sebagian justru terkesan militan dan fanatik. 


Mereka pilih jadi followers kadang bukan "karena senang". Bisa saja sebab penasaran sehingga jadi kepo. Bahkan julid. Repotnya sebagian mereka berubah jadi hatters terhadap "idola yang diikutinya". Sebuah paradoks sedang dipertontonkan. Bahkan ironi kehidupan manusia di zaman kebudayaan digital. Dengan mudah banyak bukti dapat di temukan dari kasus ini. Khususnya dalam akun media, tokoh publik, para seniman, dan sebagainya. Para followers hadir bahkan "menyerang pemilik akun" yang notabene ialah "idolanya.


Tapi, memang, banyak pula followers yang serius mengkuti "idola" sebab pernah mengenai sosok, barang atau materi konten yang diikutinya. Bisa jadi followers ini para jamaah pengajian, suporter sepakbola klub kebangaan, atau malah mantan yang dulu pernah menjadi bagian hidup masa silam. Dan diam-diam banyak juga mantan yang pilih jadi followers untuk sekadar "ingin tahu perkembangan" doi. Bahkan, secara ideologis dan politis, banyak juga para followers yang mendadak menjadi "intel" yang mengawasi segala laku digital "idolanya".


Para followers tersebut dengan demikian dapat dianggap "sangat cair". Sebab idola tak punya kesempatan memilih ketika para followers klik fitur "follow". Bahkan barangkali ada semacam kebanggaan tertentu saat diikuti followers yang tidak dikenal sebelumnya. Ada semacam rasa menjadi "idola baru" atau malah "tokoh besar". Semakin banyak followers menjadikan idola semakin kokoh di puncak karir digital. 


Meskipun keberadaan itu "semu belaka". Karena idola tak punya kendali sepenuhnya terhadap "para pengikut". Memang fenomena yang agak aneh. Biasanya yang disebut pegikut dapat diatur, dikendalikan dan dikekang dengan seperangkat nilai. Bahkan bisa menjadi dogma bagi terbentuknya dedikasi, militansi dan dalam waktu tertentu menjadi fanatisme buta. Idola-idola dengan followers semacam itu tentu rapuh dan rentan. Banyak contoh kasus tiba-tiba sang idola runtuh dan ambruk. Bahkan sebagian dirontokkan sendiri oleh para pengikutnya. Sisi subversif followers yang tidak terduga. Mereka dapat menjadi sumber keuntungan banyak hal. Sisi lain dapat berubah jadi mesin pembunuh paling berbahaya.


Followers berbeda dengan friends. Friends merupakan teman-teman atau kawan-kawan di jagad digital. Seperti halnya di media sosial macam facebok, untuk dapat menjadi bagian dari friends pada "idola" haruslah mengajukan pertemanan. Biasa disebut "add friends". Mereka calon friends boleh add siapa saja. Tidak harus yang "benar-benar teman' di dunia nyata. Bisa saja orang tua, kakak, adik, keponakan, sepupu, guru, murid, mahasiswa, dosen, rekan kerja, teman bisnis, afiliasi politik, bahkan pacar dan mantan pun boleh jaga. Hanya saja, pertemanan harus diajukan. 


Permintaan pertemanan tidak melulu dapat diterima. Seseorang di dunia maya boleh menunda permintaan. Tidak langsung menerima begitu saja. Terlebih tidak dikenal sebelumnya baik masa tk, SD, SMP, sma, atau kuliah. Bukan pula anggota keluarga. Tidak juga rekan sekantor. Atau boleh jadi orang dikenal tapi punya kesan dan kenangan "mencurigakan". Dalam masa tenggang dan masa tunggu, seorang pemohon bisa jadi jengkel. Dan menuduh "idola" sok-sokan atau "sok Hu". Banyak gaya. Kakean polah. Terlebih permintaan teman itu tanpa basa-basi ditolak mentah-mentah. Alias direject. 


Friends akhirnya tidak dapat sebanyak followers yang "tidak terbatas". Mereka friends diseleksi meski tidak ketat. Banyak juga permintaan teman disetujui atau di-acc begitu saja. Meski tidak kenal. Atau malah tidak tahu siapa orang dan apa bentuk pengaju pertemanan. Kadang ada permintaan teman dari akun "non-manusia". Mesin digital kadang memberikan langkah tambahan untuk memastikan pemiliknya "benar-benar manusia". Meski hanya dengan langkah kecil misal diminta menyelesaikan pola puzzle. 


Langkah tersebut memang tidak menjamin sepenuhnya bahwa semua akun yang ada ialah "milik manusia". Ada juga yang nama dan gambar profil "jelas manusia" ternyata pemiliknya "jin, hantu atau malah iblis digital". Tujuannya merusak dan memancing emosi. Bahkan sebagian merupakan pelaku kriminalitas dengan cara menyamar. 


Friends sebenarnya ditujukan untuk kebutuhan spesial. Istimewa. Sangat khusus. Sebab stok ruangnya sangat terbatas. Di fb misalnya friends dibatasi hanya maksimal 5000. Situasi itu memberi ruang kritis bagi pemilik teman untuk memastikan "keberadaan" friends. Apakah mereka benar-benar ada? Apakah mereka benar-benar membutuhkannya? Apakah mereka benar-benar dibutuhkannya? Sebab hidup di jagad digital mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu dan biaya. Friends yang tidak benar-benar berfungsi dalam kehidupan pertemanan digital memang perlu dirapikan dan dibersihkan. Terlebih sebagian dari friends tersebut sudah meninggal atau pemiliknya lupa kode kunci masuk rumahnya. Mungkin mereka pindah rumah atau membuat rumah baru. 


Kehadiran friends sebenarnya dapat memberikan sumbangan positif. Sesuai semangat yang diusung media sosial. Yakni menambah, meningkatkan dan merekatkan fungsi sosial pemiliknya dengan orang lain. Mereka yang lama berpisah dapat dilacak mesin digital. Bersua secara virtual. Dan berkomunikasi dengan beragam kebutuhan dan keperluan. Bisa urusan ekonomi, budaya, politik, agama, atau apa saja. 


Friends juga memungkinkan orang memperluas jejaring dengan orang yang seirisan. Tidak hanya stagnan dari lingkaran lama semacam keluarga atau tetangga RT. Tapi juga untuk berteman dengan mereka yang dianggap "punya kelebihan". Seseorang mengajukan pertemanan dengan Profesor tujuannya agar dapat belajar banyak hal dari yang bersangkutan. Berteman dengan Seniman atau pengarang besar dapat mengharapkan cipratan energi kreatif mereka. Berteman dengan bisnismen atau politisi sukses atau agamawan atau tokoh publik lain dapat mempelajari nilai yang diajarkannya.  


Tapi lewat friends segalanya dijalankan secara istimewa. Bahkan interaktif. Bahkan intensif dalam kadar tertentu. Ia berbeda dengan followers yang sangat cair. Dalam followers menanggapi dan tidak ditanggapi merupakan hal biasa. Dalam friends hal semacam itu mulai dikurangi. Diganti dengan komunikasi yang lebih "rekat, erat dan solid". Meski topik pembahasan juga tampak random. 


Begitu juga peserta "tongkrongan dan obrolan" dalam lingkup friends. Antar peserta nongkrong sering kali tidak kenal satu sama lain. Bahkan tidak berteman. Mereka "disatukan" oleh "idola yang sama". Situasi itu kadang menimbulkan penolakan dan juga perdebatan. Khususnya terkait beda pilihan apa saja.


Mereka yang ingin meningkatkan maqom pertemanan digital mungkin bisa masuk ke kelompok bestie satu sama lain. Mereka yang telah menemukan kecocokan "hati dan jiwa". Mereka yang "senasib dan sepenanggungan". Mereka yang "senada dan seirama". Dapat memilih bestienya masing-masing. Bestie dapat menjadi "soulmate" bagi "sahabat online". 


Sesama bestie boleh bersapa saling mensyen dan tag akun pribadi. Berkabar dan berbagi kondisi terbaru. Tentang apa yang dimakan, minum dan perasaan mereka saat ini. Bestie ialah sahabat karib. Bahkan mendekati "habib". Yang paling terkasihi. Yang paling tercintai. Yang paling sehati. Satu bestie dengan bestie miliknya siap memasuki ruang yang lebih privasi. 


Mereka dapat saling bertukar informasi pribadi. Bahkan melanjutkan obrolan ke jaring pribadi (japri). Seperti whatsapp pribadi alias wapri. Di "ruang privat" itu mereka sudah "tidak bersekat". Boleh berkisah apa saja. Mulai pelajaran sekolah, tugas kuliah hingga urusan bisnis.


Yang agak rawan ialah masuk ke curhat urusan rumah tangga. Terlebih salah satu bestie sudah atau masih memiliki pasangan resmi. Biasanya dimulai sejak like sebagai rintisan komunikasi. Dilanjutkan komen terbatas. Lantas komen cair dan random. Disertai guyon dan kesan kekariban. Bila tak ada batas, hubungan bestie yang spesial bisa berlanjut pada temu jumpa. 


Sesama bestie memang tidak selalu harus kenal lebih dulu. Mereka melakukan ta'aruf virtual. Dan menjajaki hubungan ke bestiean layak diteruskan. Atau diputus dan cukupkan di tengah jalan. Hubungan antar bestie meskipun sungguh erat tapi sebenarnya "cair". Dan rentan renggang bahkan mendadak hilang (ghosting) dari salah satu atau duanya. Sebabnya bisa macam-macam. Bisa japri yang tak lekas dibalas. Konten yang tak segera mendapatkan respon balik atau komenan. Bahkan hal sepele lain semacam lama tak muncul bikin postingan. 


Tak ada alasan kehabisan pulsa atau hilang jaringan. Semua demi bestie. Kadang, butuh orang yang menepuk pundak mereka yang sedang berbestiean di dunia maya, "Hai, itu hanya teman online! Kalau kamu sakit, bahkan mati, bukan mereka yang mengantarmu ke rumah sakit dan kuburan!" 


Brangsong, Mei 2022

Comments