Oleh Irpan Bin Lasida - Tarakan, Kalimantan Utara
STEREOTYPE TERORIS PADA TOKOH CERPEN "USTADZ BARU ITU BERNAMA BAHRUL"
Buku karya Muhammad Thobroni ini berjudul Ustadz Misterius, nama penebitnya yaitu Penerbit Agung Mulia Gempolbapang, Brangsong, Kendal dan di terbitkan tahun 2018. Saya lebih tertarik pada cerpen yang pertama yang berjudul “Ustadz Baru Itu Bernama Bahrul”, karena pada cerpen ini sangat berpengaruh kepada orang awam pada saat membaca cerita ini yang akan menganggap kalau orang yang mempunyai ciri-ciri pada cerita pendek tersebut adalah seorang teroris. Cerpen ini dapat membangun label atau stereotype tertentu kepada seseorang dengan ciri serupa tergambarkan dalam tokoh cerita.
Dari tema buku ini sangat menarik yaitu “Ustadz Misterius”. Dari cerita-cerita pendek yang terdapat di buku ini ada salah satu cerita yang membuat saya tercengang, yaitu cerpen yang berjudul “Ustadz Baru Itu Bernama Bahrul”. Pada cerita ini sangat keterkaitan dengan peristiwa kehidupan saat ini, yaitu tentang terorisme. Apa lagi baru-baru ini terjadi pembantaian di New Zealend, bukan lagi pengeboman tetapi penembakan secara tragis yang dilakukan secara terang-terangan dengan merekam dirinya sendiri secara langsung saat melakukan aksinya. Pada peristiwa tersebut ternyata pelakunya nonmuslim. Pada saat itu saya bertanya-tanya, pada saat teroris muslim kenapa banyak orang yang menyalahkan agamanya yaitu ISLAM??? Dan pada kejadian baru-baru ini terorisme adalah nonmuslim, apakah ada yang menyalahkan agamanya? Di sinilah kita belajar dan memperbaiki cara pandang kita terhadap kejadian-kejadian yang menyangkut oknum yang dapat merugikan banyak orang bahkan dirinya sendiri yang di sebut sebagai TERORIS.
Tokoh yang terdapat dalam cerpen ini ada dua tokoh yaitu tokoh utamanya bernama Bahrul yang pintar, baik dan dapat membuat warga di sekitarnya terkejut akan kelakuannya yang berubah pada saat selesai Pendidikan di kota. Di cerpen ini masih terdapat keganjalan pada tokoh dan penokohan pada tokoh Bahrul yang bersekolah kejuruan insinyur dan kembali ke kampung mendominasi sebagai sosok yang agamis, sebaiknya tokoh Bahrul tersebut bersekeolah pesantren, bukan insinyur. Tokoh kedua yaitu adalah tokoh tambahannya pak Ngadimin ayah bahrul sendiri, terlihat sangat mempercayai Bahrul bahwa Bahrul anaknya yang baik. Penggambaran tokoh dan penokohannya sudah jelas dan dapat dipahami.
Pada latar waku didalam cerpen ini sudah sangat jelas diceritakan pada cerpen tersebut cerita beberapa tahun yang lalu, latar tempat yang digunakan pada cerita tersebut yaitu pada sebuah kampung yang belum maju dan sebuah kota tempat Bahrul menuntut ilmu, serta latar sosial budaya yang terdapat dalam cerita tersebut yaitu masyarakat yang masih menjunjung tinggi budaya mereka dan keadaan kampung yang masih belum berkembang.
Alur yang digunakan dalam cerita tersebut yaitu alur maju, di dalam cerita tersebut menceritakan keadaan Bahrul dari awal ia belum sukses, hingga menceritakan Bahrul yang sekarang sudah menempuh perguruan tinggi dan telah menjadi insinyur dan agamis. Tetapi malah ia menjadi bahan cerita orang-orang di kampung dengan perubahan sikapnya yang agamis. Sebaiknya perguruan tinggi pada cerpen tersebut diubah menjadi pondok pesantren. Selebihnya alur tersebut sudah menarik dan sesuai dengan cerita yang sudah membangun ceritanya dengan baik.
Sudut pandang yang digunakan dalam cerita ini adalah sebagai sudut pandang orang ketiga serba tahu sebagai masyarakat jadi penggambaran cerita ini lebih dominan masyarakat sebagai pencerita atau yang menggambarkan situasi saat itu dari sudut pandang masyarakat. Tentu saja, sudut pandang orang ketiga serba tahu ini memberi kekuatan menarik dalam cerita yang berjudul ustad baru itu bernama Bahrul.
Pesan moral yang terdapat dalam cerpen ini yaitu kita sebagai manusia tidak boleh suuzon atau berprasangka buruk terhadap orang-orang termasuk Bahrul karena kita belum tahu kebenarannya. Alangkah lebih baiknya kita ketahui terlebih dahulu kebenaran yang ada. Selain itu tokoh Bahrul, alangkah lebih baiknya Bahrul mendekati masyarakat kampungnya dengan pelan-pelan bukan langsung mengatakan atau menjelekkan bahwa masyarakat kampung itu munafik.
#KaltaraMembaca
#KaltaraMenulis
#KaltaraBersastra
Comments
Post a Comment