KETIKA BATARI DURGA MENGANCAM SANG HYANG TUNGGAL




Kolom Wayangan Ki Lantip Panggrahito
---------------------------------------------------

Ketika Batari Durga Mengancam Sang Hyang Tunggal

Pandita Durna tak kurang ikhtiar dalam mengawal cita-cita Duryudana sang sulung Kurawa. Itu semua tak lepas dari julignya Paman Sengkuni. Durna sebenarnya sosok yang baik. Seandainya ia bukanlah tokoh yang baik tentu tak mungkin Dewabrata memasrahkan cucu-cucunya yaitu Pandawa  dan  Kurawa berguru kepadanya, untuk menyerap ilmunya di Universitas Negeri Sukalima (UNS), sebuah universitas yang seratus persen pendanaannya dari APBN Nagari Ngastina Pura.

Sengkuni selalu mengancam Durna. Bila Durna tidak mau untuk selalu mendukung langkah Duryudana maka dana anggaran pendidikan yang mengalir ke kampusnya akan dihentikan. Tak berhenti di situ, jika sampai ia memihak Pandawa maka  kampusnya akan dicabut ijin penyelenggaraan pendidikannya. Ia pun diancam akan dicabut gelar profesornya sebagai guru besar di kampus manapun. Bagi Sengkuni tidaklah sulit untuk melakukan itu semua karena kedudukannya sebagai Patih Ngastina.

Pandita Durna menjadi pusing dibuatnya. Nuraninya tak kan tega melukai, apalagi jika harus membunuh Pandawa. Jangankan semua-muanya, satupun Pandawa ada yang melayang karena Kurawa ia tak akan rela. Tetapi ia sudah terbuai kemuliaannya sebagai pandita di Ngastina. Ia sudah merasa nyaman dengan kedudukannya sebagai _pujangganing keraton._ Tentu ia tak mau kehilangan itu semua. Maka ia mengorbankan nuraninya. Ia mengorbankan segala idealismenya sebagai pandita suci demi status quo-nya.

Ia menggerakkan banyak pengikutnya untuk mendukung semua langkah Duryudana. Ia menggunakan simbol-simbol agama untuk mengagitasi lawan politik Duryudana. Karena Durna dan Sengkuni sangat faham, bahwa isu agama akan sangatlah manjur untuk menggerakkan massa, lebih-lebih bagi mereka yang baru belajar agama, yang _ghirah_ beragamanya terlampau melewati akalnya.

Duryudana merasa gelisah selama para sepupunya masih ada di muka bumi. Ia sangat berharap akan kematian mereka, dengan memaksa Durna mencari cara ampuh menaklukkan Pandawa. Bila Durna tak segera menemukan caranya maka ancamannya akan direalisasikan dalam waktu segera.

Merasa terpepet oleh ancaman Sengkuni, Durna mengajak para pendukung fanatiknya untuk bersemedi lantas menuju Junggring Saloka menemui Battari Durga untuk meminta bala bantuan. Di sinilah Battari Durga membaca aneka mantra yang ia tuangkan dalam kata-kata indah, namun berpemahaman dangkal bagi yang tahu ilmunya.

Durga, yang juga bernama Dewi Pramoni ini memang benar-benar mengabulkan permohonan Durna untuk minta restu dan dukungan Sang Hyang Tunggal dalam menghabisi Pandawa. Dewi yang merupakan wanita idaman lain alias WIL-nya Batara Guru ini memang dewi bagi kejahatan. Ia pantang menolak bila ada niatan jahat yang meminta bantuannya. Bahkan, dewi yang buruk rupa ini mengancam Sang Hyang Tunggal bila ia tak mengabulkan doanya, yang katanya tak kan ada lagi penduduk kawasan Triloka (Mayapada, Madyapada dan Arcapada) yang akan menyembah Sang Tunggal bila ia dan pemujanya kalah dalam memerangi Pandawa.

Entah karena doanya yang memang tak terkabulkan ataukah redaksi doa Battari Durga yang _kewanen,_ harapan memenangkan pertempuran melawan Pandawa kandas. Walaupun Battari Durga mendapat bantuan putranya, Sang Battara Kala beserta pasukannya Pandawa tetap tak terkalahkan. Maka pupuslah harapan Duryudana. Namun Sengkuni juga tak serta merta mencabut ijin penyelenggaraan pendidikan di Universitas Negeri Sukalima. Hanya peringkat _grade_ akreditasi universitasnya saja yang diturunkan, sebagai _warning_ bagi Durna agar jika mendapat proyek berikutnya ia tak boleh gagal lagi.

Comments