DOA YANG TERTUKAR, CUITAN DURMAGATI



KOLOM WAYANGAN Ki Lantip Panggrahito

DOA YANG TERTUKAR, CUITAN DURMAGATI

Durmagati adalah salah satu anggota keluarga besar Kurawa yang dikenal banyak bacot dikala perang. Gaya perangnya babar blas tak bermutu. Jurus-jurusnya tak memiliki akurasi pukulan sama sekali, apalagi untuk disebut memenangkan pertarungan dengan telak pada lawan.

Para kurawa sejak kecil, pun hingga menjelang ajalnya mereka masih di bawah asuhan sang pakar pulitik sekaligus pamannya, Sengkuni. Pulitik paman Sengkuni, bukan hanya licik, tapi juga dikenal keji. Julig, istilahya. Begitulah kata yang menggambarkan kecerdasan paman Sengkuni dalam berkiprah.

Durmagati mewarisi ideologi Sengkuni yang mencla dan mencle. Kemencla-menclean paman Sengkuni terdokumentasi dalam berbagai kutipan yang mengutuk akan aksi penculikan beberapa tahun silam. Namun dia sendiri adalah bagian tak terpisahkan dalam ruang dan lingkup pulitik Duryudana kini, yang adalah pelaku penculikan itu sendiri.

Durmagati dengan keangkuhannya pernah menertawakan secara mengejek kepada seorang Pandita yang sangat disegani oleh kawan maupun lawan pulitik, apalagi oleh para cantriknya. Suatu ketika, dalam suatu kesempatan, Petruk sowan pada Pandita itu, meminta doa dan restu sang Pandita untuk kemaslahatan bangsanya. Petrukpun didoakan untuk kembali memimpin kerajaan Lojitengara untuk kedua kalinya. Celakanya, doa sang Pandita keliru walaupun sudah dikoreksi. Dan yang ditangkap oleh Durmagati, bahwa doa sang Pandita memang untuk junjungannya, Prabu Duryudana.

Durmagati riang gembira mendengar kabar itu. Durmagati mengumandangkan kemenangan Duryudana, karena doa Pandita sepuh untuk kakaknya. Dan segeralah ia mencuitkan kabar itu agar diketahui oleh khalayak.

Cuitannya ia sebarkan dalam layang singkat melalui burung merpati dengan tanda @durmagati. Namun justru sebaliknya yang terjadi. Ia dikutuk oleh publik, karena suul adab pada sang Pandita. Perbuatannya dianggap menistakan kedudukan sang Pandita tersepuh kala itu. Bahkan, terjadi demo di mana-mana oleh para cantrik yang menuntut Durmagati untuk meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Para cantrik sangat paham dengan logika bahasa akan cuitan Durmagati. Para cantrik memahami ilmu logika dan bahasa bukan tanpa dasar. Mereka mempelajari ilmu logika dan bahasa di pecantrikan mereka, dan disimpulkan bahwa cuitan Durmagati memang tertuju pada sang Pandita.

Gelombang demonstrasi oleh para cantrik tak membuatnya gentar. Bahkan semakin angkuh saja sikapnya. Dasar Durmagati keras kepala ia berkukuh bahwa cuitannya bukan ditujukan pada Sang Pandita. Entah ganjaran apa yang akan didapat Durmagati di masa depan, yang berani-beraninya menistakan seorang Pandita sepuh yang sangat disegani itu.

Comments