SPEEDBOAT RINGKIH, OMBAK RESAH DAN AKU YANG BATAL MATI: CERPEN RAHMI NAMIROTUL MINA



"Kita manggil speed dari chevron aja" kataku
"Gak usah, kasian bapak bapak speed di semayang itu sudah ngantri dapat penumpang " jawab suami. aku terdiam murung. Speed tanpa penutup, kursi panjang satu baris, dan mesin yang seperti selalu hendak terbatuk batuk. Begitu ringkih.

"Anginnya kencang bu" seseorang mengatakan itu, sambil menyerahkan pelampung warna orange segar. Aku terbata menerimanya.

Derit kayu terdengar serak ditelinga. Pelabuhan ini bergoyang teratur. Ya, angin memang kencang. Aku menyapu pandanganku melihat sekeliling. Tak ada yang berubah. Seseorang tidur nyenyak dibelai angin,  beberapa orang bermain kartu, dan seseorang yang lain duduk terayun ayun di speednya. Menikmati gelombang yang begitu resah. Langit begitu cerah. Tak ada yang berubah, kecuali detak jantungku semakin buncah.

Mesin speed meraung. Speed memacu memecah ombak yang gelisah. Tanganku mecengkram jok speed. Jok yang sebenarnya tak punya celah untuk dipegang. Sekuat kuatnya aku Berusaha meneguh neguhkan  tubuhku yang melambung, lalu terjatuh ditempat yang sama. Aku khawatir, tubuhku besarku melambung lalu mendarat di air, setelah itu tenggelam.

Aku memejamkan mata, dan aku bisa melihat semuanya. Speed menabrak ombak. Speed menaiki ombak. Speed menuruni ombak. Speed berkelit dari ombak. Speed mengejar ombak. Speed bertarung satu lawan satu dengan ombak. Ombak besar. Cipratannya bahkan menampar wajahku. Mengairi separuh tubuhku. Aku merasa tubuhku begitu laut. Begitu asin.

Bila, supir speed salah menawar ombak, speed terjungkang. Aku yakin. Aku mati !

Mesin speed terdengar melemah. Raungannya lebih pada lenguh kelelahan. Aku membuka mataku yang pedih oleh air garam. Pelabuhan cevron belum tampak ketika tiba tiba ada ombak besar setinggi speed menghantam dari depan. Speed melayang mundur. Seolah pasrah ditelan ombak, lalu muncul perlahan di puncak ombak. Mesin kembali menderu. Aku pias.

Suami menggenggam tanganku. Oh, mungkin saja dia menangkap gurat ngeri di wajahku. Aku melihat kearahnya, lalu dia berkata
 "Dik, siapkan uang 150rb" Allahu akbar! Aku memang tak bisa hidup tanpanya, tapi kok dia nyebelin banget.
"bentar, aku pegangan. Gak bisa ngambil uang! Kalo ngambil uang, aku bisa terlempar ke laut. Mati !" kataku memecah amuk ombak .

Speed merangkak merapat pada kerangka besi. Belum begitu dekat, seseorang memberi kode, ada kapal cevron yang hendak juga merapat di tempat yang sama. Speed terburu buru, aku terhuyung huyung, melompat dari benda yang terapung apung lalu mendarat gugup. Tubuhku limbung, separuh kesadaran dihantam gelombang.

Tubuhku kuyup asin, debaran jantungku merobohkan tungkai lutut. Aku lemas..
Kurasa aku faham sekarang. Tak ada yang begitu mudah ketika kita memutuskan untuk pulang.....

12 feb 2019
Semayang-chevron

Comments