NYANYIAN PEMBURU TUHAN: PUISI HERI MULYADI, LAMPUNG




Ode untuk Amal Hussain[1]

Pemburu-pemburu tuhan
sepotong syurga tersimpan di saku celana mereka:

/1/

Mendalil dan menguasai ayat-ayat kitab suci,
berhak menitah dan menghakimi:
siapa tuhan, dan bagaimana pula tuhan mesti disembah.[2]

Tak sepakat,
atau dianggap berbeda
perang jawabnya.

Jangan usik,
atau pecah seisi dunia.[3]

/2/

Pemburu-pemburu tuhan
merasa syurga di genggaman,
mendalil dengan kitab suci
karena itu bebas menghardik, tudingkan jari.

Pemburu-pemburu tuhan
menggebah tanpa salah
menggusah tanpa resah
menimbang tanpa rasa
hitam putih
tak peduli dunia kaya warna.[4]

/3/

Jika tuhan hanya menceraikan
lalu untuk apa pula harmoni ia satukan
jika tuhan cuma menghancurkan
kenapa pula jagat raya ia binakan
bulan bintang ia edarkan
matahari, laut, dan gunung ia tegakkan.

Jika tuhan mengharamkan keragaman
untuk apa jua suku-suku dan bangsa-bangsa ia jadikan, kenapa pula anak cucu adam ia buat bermacam-macam.[5]

/4/

Pemburu-pemburu tuhan
kaki dan tanganmu
mulut dan lidahmu
kiranya topeng keserakahan belaka
walau engkau mungkin tak tahu itu.

Pemburu-pemburu tuhan
diam-diam dielu para ambigu, hipokrit, maksosis, dan sadinis
menanam ideologi, menebar benci, menabur hasut, membakar kota-kota, hanguskan desa-desa, saat perang menyalak:

--para paria bantai kaum papa, si miskin habisi kaum fakir, para kere kuliti kaum gembel, oleh ideologi atas nama ideologi--berbeda cara memanggil tuhan, tak sama cara merangkul tuhan.[6]

/5/

Pemburu-pemburu tuhan
di kota ini mereka berebut menyemat lambang suci, pewaris nabi-nabi, penjaga murni kitab hakiki.

Pemburu-pemburu tuhan
alat para cukong berdasi, tarian dewa-dewi perang, demi gunung pundi-pundi, perampas hari-hari.

Pemburu-pemburu tuhan
Yaman-Suriah terbakar
anak-anak menggelepar
para renta terkapar
beribu hawa terlempar
di Gedung Putih para tuan berkelakar.[7]

Seafest, 12 November 2018

---------------
[1] Amal Hussain, 7 tahun. Dia menjadi pembuka mata dunia akan kelaparan dan penderitaan akibat perang di Yaman. Kematian bocah kecil itu yang diberitakan sejumlah surat kabar  terkemuka di Eropa dan Amerika, Kamis, 1 November 2018, mengundang banyak empati publik, walau perang tak juga berakhir. Lihat salah satunya liputan The New York Times, https://www.nytimes.com/2018/11/01/world/middleeast/yemen-starvation-amal-hussain.html

[2] Perang Yaman pecah pada awal 2015 ketika Arab Saudi memutuskan menggempur  pemberontak Houthi guna memulihkan kekuasaan Presiden Yaman terguling, Ali Abdullah Saleh. Arab Saudi khawatir Khouti yang Syiah dan dikabarkan dekat dengan Iran, akan memberikan akses kepada musuhnya itu membangun basis militer di wilayah utara Yaman sehingga mengancam kedaulatan negeri petro dollar itu.

[3] Isu Sunni-Syiah telah banyak menimbulkan pertikaian di antara para penganut agama Islam di dunia. Perang di Yaman saat ini juga kental diwarnai sentimen kedua aliran agama ini. Suatu hal yang disayangkan karena situasi semacam itu justru acap pula dimanfaatkan para "petualang senjata". Mereka sengaja mengipas-ngipas isu itu, menggosok-gosok kedua belah pihak, hingga pecah perang. Para petualang senjata ini tak ambil pusing dengan korban rakyat sipil yang berjatuhan akibat perang. Perang bagi mereka adalah bisnis: ada perang, ada penjualan senjata--ada perang, ada uang.

[4] Perbedaan antar kelompok penganut agama, dalam berbagai catatan acap pula memicu pertikaian, bahkan perang. Kelompok tertentu merasa lebih saleh dari kelompok lainnya, lebih murni dalam menjalankan agamanya, apa yang dituangkan dalam kitab suci mereka. Tanpa sadar, atau bisa pula akibat gosokan pihak-pihak tertentu yang berusaha mengambil keuntungan, kelompok-kelompok ini kadang mudah saja menyerang dan memerangi kelompok lainnya hingga terjadilah kekacauan. Perang dan pertikaian di kawasan Timur Tengah dewasa ini salah satu contohnya.

[5] Hakikat diciptakannya manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa sesungguhnya bukanlah untuk saling berpecah belah, membenci dan menimbulkan kerusakan. Sebaliknya, keragaman itu diciptakan untuk suatu harmoni agar manusia bisa saling mengenal dan tolong menolong demi tegaknya peradaban.

Lihat misalnya Al-Quran surat Al Hujarat ayat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

[6] Perang di Yaman, sebagai salah satu contoh untuk menyebut pertikaian yang juga dibumbui oleh perbedaan Sunni-Syiah, hingga kini, menurut catatan PBB, tak kurang telah menelan korban 10.000 jiwa. Sebagian korban ini adalah warga sipil, khususnya wanita dan anak-anak. Lihat laporan Voice of Amerika, Perang Saudara dan Campur Tangan Arab Saudi di Yaman, 19 Mei 2015.

[7] Menurut para analis dan anggota Kongres AS, pejabat dan politisi di Gedung Putih ikut andil dalam meletusnya perang di Yaman dan jatuhnya ribuan korban rakyat sipil setempat. Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang royal menjual senjata-senjata canggih kepada Arab Saudi, misalnya, paling tidak dianggap sebagai suatu sikap merestui rezim berkuasa di Arab Saudi terus menggebah perang di ujung selatan Semananjung Arab itu.

Senator Partai Demokrat Chris Murphy sangat menentang dukungan AS atas kampanye pengeboman Arab Saudi di Yaman.

“Ada keterlibatan Amerika dalam tiap kematian warga sipil di Yaman. Mengapa? Karena pemerintah Saudi tidak akan bisa menggunakan pesawat tempur dan menjatuhkan bom tanpa bantuan Amerika. Mereka menggunakan senjata buatan Amerika yang kita jual kepada pemerintah Saudi. Dinas intelijen kita membantu pihak Saudi untuk memilih sasaran untuk diserang.”

Kita, kata senator Murphy lagi, telah memutuskan untuk ikut perang secara tidak langsung di Yaman, untuk melawan pemberontak Houthi yang sama sekali tidak merupakan ancaman bagi keamanan Amerika.

Akibat perang saudara tersebut Yaman kini jatuh menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Indeks Pembangunan Manusia PBB mencatat, Yaman saat ini menempati peringkat 154 dari 187 negara. Satu dari tiap lima warga Yaman (baca: 20%) kelaparan, dan satu dari tiap tiga penduduk dewasa tidak mempunyai pekerjaan. Tiap tahun 40.000 anak-anak di negara beribukota Sanaa itu mati sebelum lima tahun. Para pakar mengatakan, Yaman akan kehabisan sumber-sumber air minum dalam waktu dekat.

Lihat catatan laporan Voice of Amerika, Perang Saudara dan Campur Tangan Arab Saudi di Yaman, 19 Mei 2015.

Foto: Amal Hussain sebelum kematiannya, koleksi The New York Times

Comments