KAWANAN BURUNG DI ATAS KABEL: PUISI ANGGORO SUPRAPTO, SEMARANG



Hari baru berangkat pagi, ketika
Sekawanan burung bertengger
Di atas kabel listrik, berjajar
Memanjang seperti pasukan
Kota masih sunyi, udara tak berbunyi
Lengang menyibak kenangan
Tak ada detak nadi, waktu pun mati
Oi, geliat metropolitan sepi sekali
Bagai kawasan tak berpenghuni

Cakrawala masih sendiri
Ritual pagi kawanan burung dimulai
Di atas kabel bertengger memanjang
Saling berdesakan hangatkan badan
Meminum embun yang menetes diam

Seekor anak burung muda bertanya pada mama di sebelahnya. "Mama, kenapa kita bertengger di kabel listrik berbahaya? Kenapa tidak bertengger di rimbunnya pepohonan mangga?" Semua burung yang mendengar menghela nafas dalam. Alam berkelap-kelip kelam. Semua menunggu jawaban. Mama burung belum menjawab hanya memejam. Angin pagi mulai bertiup sejuk. Mengusap bulu-bulu burung yang merunduk.

Matahari pun mulai bersinar. Mengirimkan kehangatan alam yang berpendar. Saat itulah, Ketua kawanan burung menegakkan dada mengangkat kepala. "Wahai saudara-saudara burung semuanya saja," katanya. Mereka terdiam. Anak burung juga diam. Semua seksama mendengarkan. Ingin dengan jelas mendapatkan wejangan. Sadar, sekarang dalam pusaran alam kasunyatan. "Sebentar lagi siang, kita semua akan terbang jauh ke selatan. Mencari kota baru yang ramah lingkungan," kata Ketua pelan.

Maka berkisahlah Ketua Burung
Suaranya parau mendengung
"Ketahuilah hai bangsa burung," tuturnya
Kota-kota besar sekarang pada mati
Tak ada tempat berpijak lagi
Pohon-pohon hijau digantikan
Jutaan kabel-kabel bertebaran
Hutan kota disulap jadi hutan beton
Menjulang tinggi tak ada tawon

Kita tak bisa minum air sungai
Penuh limbah pabrik, sampah, dan
plastik yang tak bisa diurai
Kita tak bisa mematuk cacing tanah
Plesteran keras melapisi lemah
Udara menyesakkan napas
Cerobong pabrik dan jutaan kenalpot
Dari kendaraan terus mengepot
Tak ada yang bisa diharapkan
Dari kota yang mati hati nurani
Kata Ketua mengakhiri

Ketika hari makin siang, kawanan burung berarak terbang, ke selatan. Mungkin perjalanan panjang nan jauh. Jauh sekali. Mencari kota impian, bukan kota mati. Kota yang penuh pepohonan, dekat sawah dan hutan. Kota ramah lingkungan. Penuh gemericik air menenteramkan.

Semarang, 16 Agustus 2016.

Comments