DUKAKU UNTUK SAUDARAKU: PUISI MUHAMMAD USMAN, PINRANG



Aku terbangun setelah lelah dengan kemarin
Cahaya matahari pagi tak pernah bosan bersinar
Angin tak pernah bosan berhembus
Dan suasana Bumi tetap sama dengan kemarin
Waktu berjalan, berlari dan mulai tertidur kembali
Suasana hening sore dengan matahari tenggelam
Entah. Dan Entah mengapa suasana berubah
Ini bukan hari kemarin
Teriakan, jeritan, dan tangisan bergema
Gemuruh kaki berlarian bersahut-sahutan
Gemuruh gedung dan perumahan tak
kuat berdiri tegak 
Ini bukan goyangan. Ini bukan getaran.
Ini bukan getaran biasa
Ini goncangan. Goncangan bencana.
Goncangan tak pernah kami pinta 
Gelombang bencana tak terpikirkan 
Jika ini pesta, maka ini  pesta paling meriah
Jika ini ajang lomba, maka juara tak perlu diundi 
Dan jika ini festival maka pemenang festival tak perlu dicari
Tetapi ini berbeda. Ini  bencana. Ini  duka. Ini luka.
Dan ini lebih dari  paparan kesengsaraan dan kepedihan
Tangis, teriakan, luka, duka, dan kehilangan
adonan ketakutan dan trauma
Jum'at 28 September 2018.
Ini bukan hari pahlawan. Bukan tanggal kelahiran kesaktian pancasila.
Dan bukan tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
Ini hari duka saudara. luka dari orang tua.
Tangisan teman-teman.
Ini duka bencana Palu. 
Saudaraku. Saudara kita semua.
Lekas pulih
Lekas bangkit
  • Dan lekas usai bencanamu.

Comments