KISAH NEGERI DI SABUK BENCANA: PUISI HERI MULYADI, LAMPUNG



Laut adalah kita, sahabat berlayar,
tapi kadang menenggelamkanmu
ombak adalah kita, teman berselancar,
tapi kadang menyapumu
pantai adalah kita, kawan bertatap,
tapi kadang menguburmu.

Gunung adalah kita, karib beralam,
tapi kadang mengguncangkanmu
angin adalah kita, sanak berbisik
tapi kadang menghempaskanmu:
dan bumi adalah kita, puak berpijak,
tapi kadang menelanmu.

Ini Indonesia
sepotong syurga yang jatuh ke dunia
di belahan khatulistiwa,
                   sayang....
                   syukur kita banyak kurang
                   lalu kita pun lintang pukang:

kita duduk di lintas sabuk bencana
diliputi gunung-gunung berapi
dikepung laut-samudera
dikitari lempeng patahan
--kaya, tapi ramai menyimpan balak gempa dan sunami--acap hening dalam diam.

Maka,
ariflah
dari apa yang Tuhan beri
bijaklah
dari apa yang Allah tambat.

Sayang,
walau telah beribu bencana menerjang
sekalipun sudah berjuta nyawa melayang
kita tetap saja bebal,
kita masih tak juga paham

sampai-sampai sekadar alarm waspada bencana pun
kita sering lupa,
tak sungguh disiplin menjaga
dari waktu ke waktu.

Oh....
di onggok mayat-mayat terbujur
dari kisah duka Donggala, Palu yang pilu, tangis Lombok yang belum juga pupus, hingga Aceh yang tersapu....,
aku tercagak,
siapa bangsaku.

Krakatau, 30 September 2018

Comments