SENANDUNG PESTA PANEN: PUISI HERI MULYADI, LAMPUNG



Hidangkanlah segelas teh buat kita berdua pagi ini, untuk kita memulai hari dan bercerita lagi soal embun yang menyeruap mengisi ruang cakrawala, menyusup di antara bias cahaya mentari, menjadi bianglala, selendang pelangi berwarna warni.

Aku tak ingin berkata-kata, saat jarak mengembang, kecuali doa penuh cinta. 

Tak ada bunga di meja kita, tak ada jemari  berpegang erat, hanya tatap batin--di sini selalu ada rindu.

Aku akan datang
di pesta panen tahun ini
menyusuri jejak lama kita
menyanyikan kembali kidung-kidung itu.

Galunggung, pantai ora, borobudur, anyer, mengantarkan lagi ceritanya--saat kita bersenandung syahdu: mari ukir peradaban.

Angin katakanlah, bara ini tiada padam, walau tangan tak selalu bergenggaman. 

Palembang, 1 Maret 2018


(ilustrasi dylasimpleone/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments