Mata dukamu tak lepas dari jendela
bukit-bukit kapur itukah yang mengusikmu
tak kau dengar embusan angin amat pilu
bagai turut mengirim keluhan cemasmu
Aku di kaki bukit di tengah rimbun dedaunan
kucoba memahami mimpi-mimpimu
yang tak pernah mewujud ke dunia nyata
barangkali melayang bersama dedaunan kering
Aku dan kau, debu yang mudah diterbangkan angin
kutahu kau tak menyerah begitu saja
sekalipun terpaan duka mengurungmu setiap hari
kau adalah anak abad kini, tangguh dan berani
Kulihat kau tahu dimana akar-akar duka tumbuh
namun tak kau peduli, kau biarkan kian kukuh
kau gumuli duka, seolah duka adalah laparmu
bagai air bening membasahi mata dukamu
Jakarta, 2005
(ilustrasi inspirasi berita dunia/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)
Comments
Post a Comment