CERITA NIRMALA MALAM: PUISI PINTO JANIR, PADANG




Tadi benar bulan menggigil karam dibungkus awan
Sedang kemarin kupandang langit lengang
dan malam menunduk kelam nunggu siang
embun malang di ujung ilalang gamang gamang
Lalu 'kududuk di sini, saksinya bulan muram
mencincang segala ingatan, sepiku diam
pada luka bersemayam terhampar segala cerita
sajakku meronta mencabik tali jantung
yang guyah diseret penerjemahan yang salah
detak debarku gugup segala kisah
akulah cakak di tengah badai
yang paling sunyi dalam nyanyian asing
kupurukkan di sini; di taman yang tak kukenal!
adakah angin lewat menyusun simponi ?
dalam gundah yang membuncah tiap nada
berhamburan lirik keluar dari jendela yang luka
darahnya membingkai rasa yang ringkih
imajiku runtuh di hatimu, catatanku tak terbaca
biarlah.
Gitar kupetik kubuai dendangkan malam
Kucabut mimpi memekik rindu-dendam
Gelinjang liar bayang cukam suram
kau kupeluk padam sepadam-padam diam
kupandang malang malam kian tenggelam
Rintihmu ngeri di hulu sepi-sepi yang tak terpungut lagi. Tak ada nirmala malam di lagu itu...
siksa bulan dalam kepuraan malam, bukan harapan nan diam
“pagi mana juga yang harus ditunggu sedang matahari jauh tak perlu bertanya, lamakah lagi bulan karam dibungkus awan tak perlu gamang; apakah ini risalah si pelaut yang jatuhkan sauh?”
berlalu tak perlu ngilu
aksara di keranjang waktu tak tersandang
bawa bersiul kemana langkah di arak
tak perlu risau dengan jejak
sampai nafas hilang detak; musik lenyap
“Kutitip rindu padamu untuk kau kenang sekalipun kau kubur di hatimu”
waktu tersisa tak akan usai, kenang aku sebisa kaumau
kita adalah nyanyian mistis yang manis itu
mati menua berkawin rindu
adalah bunga
yang kau serakkan
di lautku



Ilustradi ghobagsodorpadangjinglang/ yuk klik iklannya

Comments