MENCICIPI SURGA: PUISI INDRIYANI VOLUNTIRI AZIZ, YOGYAKARTA




Surga itu dekat. Sedekat darah dan nadi. Mengalir mengisi tiap helaan nafas manusia. Nafas seorang anak.

Surga itu wanginya tercium dengan hati. Bau surga tidak tercium hidung. Beneran! Aku sudah membuktikannya. Hanya hati yang kuat mencium aroma surga.

Sewangi rapalnya membasuh kotoran buah hatinya. Menjaganya bak malaikat tanpa sayap. Selembut cintanya menyulap lara menjadi ceria. Ah, masa-masa itu.

Kini, aku telah mencicipi surga. Dibuai sepoi cintanya. Kutuang setetes kasihku padanya. Kuperas sampai kering sum-sumku. Yaa, Allaah hanya secuil yang mampu aku hidangkan di nampan kewajiban.

Sedekat pemanjat pada kelapa. Sampai atau terjerembab. Itu taruhannya.

"Milih munggah swarga apa njegur neraka?" Begitu kata embahku.

Munggah berarti Naik. Njegur berarti menceburkan diri.

Demikian lah. Dekatnya surga, kenali lah. Cicipi lah aromanya. Tak mudah memang. Tapi akan menjadi kebutuhan ketika hati mampu merasainya.

Aku sudah mencicipinya.
Menghirup aromanya.
Menekuri surga ibuku di kala itu.

Pakem, 6 Februari 2018


(ilustrasi sindu sudjojono/ gallery lukisan nasional/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments