MANDI UANG ALA BU DENDI



Menonton video singkat tentanf hujan uang yang disiramkan ke "pelakor" oleh Bu Dendi itu menyisakan rasa ingin protes atas ketidakadilan terhadap perempuan, juga menaruh rasa iba terhadap perempuan yang diklaim sebagai pelakor tersebut. Entah kenapa belakangan ini marak sekali pembicaraan tentang pelakor yang merupakan singkatan dari perebut laki orang. Dari mendengar namanya saja "pelakor" sudah cukup menggelitikku, karena dalam situasi tersebut kejadiannya seolah-olah laki-laki adalah seperti patung manekin yang dimiliki oleh seorang perempuan yang disebut sebagai "istri" lantas patung tersebut diambil paksa oleh wanita lain yang  disebut sebagai pelakor....ya namanya saja merebut, pasti begitu kejadiannya. Terus "istri" sepenuhnya meluapkan kemarahan dan bahkan mempermalukan si pelakor hingga ke antero dunia.
 Siiss...apa kita setuju, bahwa laki-laki yang kita miliki itu benar-benar seperti patung mati yang dengan mudahnya diambil orang lain? Tidak pernahkah kita sebagai wanita juga sejenak introspeksi, sudahkah kita menjadi istri yang membahagiakan untuk suami?
Di suatu artikel aku pernah membaca bahwa perselingkuhan tidak pernah terjadi dalam keluarga yang bahagia. Walaupun tak bisa dipungkiri juga bahwa memang ada beberapa laki-laki yang mengakui selingkuh bukan karena  kekurangam atas istrinya namun semata hanya kekuatan nafsu syahwatnya. Namun hal tersebut bukanlah yang terjadi pada Pak Dendi, karena ada video lain yang menyebutkan bahwa Pak Dendi selingkuh karena istrinya hanya memikirkan uang dan uang tanpa pernah pernah memperhatikan suaminya. Jika benar kejadiannya demikian, maka hal yang wajar bila Pak Dendi lantas mencari kasih sayang yang tak dia dapatkan dari istrinya. Belum tentu juga si wanita yang dijuluki pelakor itu selingkuh hanya karena motif uang dan blm tentu juga dia yang  mulai menggoda-goda Pak Dendi, bisa jadi mereka memang saling mencintai dan kita tahu bahwa cinta itu tak pernah salah, namun yang salah adalah caranya.
Bro sis...di tulisan ini aku bukanlah hendak membela si pelakor, namun tak rela ketika dari kesalahan berdua (lakilaki dan perempuan), lantas kenapa hanya perempuan yang harus menanggung beban dipermalukan dan dipersalahkan. Namun kita memang sulit untuk mengubah yang namanya kultur berpikir masyarakat.
Maka dari itu aku menarik beberapa kesimpulan supaya kejadian seperti Bu Dendi tdk terulang lagi. Pertama, istri harus lebih terbuka, obyektif, reflektif ketika sesuatu hal yang  buruk terjadi di keluarga. Dan untuk mengantisipasi hal tersebut maka komunikasi dalam keluarga harus lebih baik, karena dengan komunikasi yang sehat maka keluarga akan sehat.
Kedua, Untuk perempuan single yang dicintai lakilaki beristri, berusahalah untuk tidak terjebak dalam lingkaran setan. Jika memang benar lakilaki tersebut mencintai, maka biarkan selesaikan semua masalahnya terlebih dahulu tanpa ada campur tanganmu.
Ketiga, untuk lakilaki yang mungkin tak bahagia dengan istrinya dan merasa telah menemukan tambatan hati yang sejati, selesaikan persoalan dengan  bijak dan jangan bawa wanita yang kau cintai dalam lingkaran penderitaan karena harus menjalani cinta dengan cara yang salah.


SHERRY SUGIARTI, penulis tinggal di Jakarta


(Yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments