KEHIDUPAN ISLAMI DI JEPANG: KISAH PERJALANAN DARI JEPANG (1)



Kami tiba di airport Hanida, Tokyo, tepat jam 21.06 menit waktu setempat 1 Februari, setelah melalui perjalanan panjang selams 8 jam dari Jakarta dan transit di Airport Changi Singapore sekitar 1 jam 30 menit. Suhu udara di air port terasa dingin 2-5°c. Dari airport Hanida,  rombongan langsung diantar group leader, Mr. Tiang, ke Chisun Hotel, sekitar 30 menit dari airport.
Dalam banyak info yang saya peroleh tentang tingkat kemajuan peradaban Jepang.

Saya teringat sebuah peristiwa sejarah tentang penaklukan Napoleon Bonaparte ke Mesir pada akhir abad ke-18. Penaklukan sekaligus menandai periode modern dalam sejarah Islam. Sebab penaklukan itu bukan hanya membawa ekspedisi perang juga ekspedisi ilmu pengetahuan. Napoleon memamerkan temuan ilmu pengetahuan perolehan ilmuwan Prancis ketika itu. Itulah yang membuat kagum penguasa Mesir, Muhammad Ali Pasha. Ia mencari dan mengirim pemuda mahasiswa Mesir untuk datang menimba ilmu pengetahuan di Prancis. Satu di antara mahasiswa itu bernama Muhammad Rifat Tahtawi. Enam tahun lamanya di Paris. Tidak heran ia menguasai bahasa Prancis dan menerjemahkan buku-buku ilmuwan Prancis ke dalam bahasa Arab, seperti buku Voltaire. Dia pun terkagum-kagum atas kemajuan Prancis yang diringi budaya etos ilmu pengetahuan, kebersihan, dan kedisiplinan dibanding dengan di negerinya Mesir. Di sinilah ia membuat pernyataan setelah kembali dari Prancis yang kemudian jadi perbincangan panjang, yaitu:
رأيت هناك الاسلام بلامسلمين
                            ورأيت فى مصرى المسلمين بلااسلام
(Saya menyaksikan di sana atau di Prancis Islam walau mereka bukan muslim. Sebaliknya, saya melihat di Mesir banyak muslim, tetapi bukan Islam).

Tahtawi membedakan antara Islam dan Muslim. Baginya, Islam adalah pengamalan  nilai-nilai Islam dalam masyarakat, seperti kedisiplinan, etos ilmu, kebersihan, dan nilai Islam lainnya, walau bukan muslim karena tidak bersyahadat. Sebaliknya, banyak muslim sebab sejak kecil sudah bersyahadat, tetapi tidak melaksanakan nilai-nilai Islam dalam membentuk kesalehan sosial.

Jepang masa kini, seperti juga yang dilihat Tahtawi. Mereka melaksanakan nilai-nilai Islam dalam sosial kemasyarakatan sekalipun mereka tidak bersyahadat. Menurut guide yang mengantar kami bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat disiplin di hampir semua aspek kehidupan. Penerapan disiplin diperkenalkan oleh sopir yang mengantar kami. Dia datang dan berangkat on time. Jika menyewa mobil tidak boleh over time atau melebihi waktu telah ditetapkan sebab setiap over time harus dibayar sampai jutaan. Mereka sangat menghargai waktu. Inilah sesungguhnya nilai Islam yang dikatakan Rifat Tahtawi di atas. Tulisan berikutnya insya Allah akan diperkenalkan besok tentang kedisiplinan dan kejujuran masyarakat Jepang.
Salam dari "Negeri Matahari Terbit."

Tokyo, 2 Februari 2018


AHMAD M SEWANG, GURU BESAR UIN ALAUDDIN MAKASSAR


(ilustrasi Pinterest / yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments