:KAIN DAN GUNTING: PUISI HERI MULYADI, LAMPUNG






pada kain-kain lusuh teronggok di sudut kamar, suram ditikam boklam nan temaram; akankah kalian terbaharui--licin cerah, menutupi aib berjuta tubuh penuh dosa.

kalian perlu berbasuh, mencelup raga dalam pewangi, lalu menempa diri di bawah himpitan panas besi-besi setrika. itulah jalannya agar tak cuma jadi onggokan.

masih dalam temaram. kubisiki mereka satu-satu. helai demi helai. maukah.... maukah... maukah....

lalu dengan satu hentakan kalian berteriak, "siapa yang dapat menyatukan kami. kami cuma kain-kain lusuh tak berjahit. tak bermodel. kami bukan celana atau baju. bukan juga serimpit atau gaun."

lantas diam. temaram boklam berganti kedipan. kusapu pojok-pojok ruangan. suram.

hai....ajaib! dari pojok gelap kudapati sepasang gunting muncul dari balik tembok. perlahan melangkah. geraknya lurus seirama. maju dalam derap. tari guntingkah ini.

tunggu. tunggu. tunggu. dalam rentak tegap sepasang gunting itu memotongi kain-kain. gerak lurusnya sungguh tanpa ampun. kain-kain yang tadinya menyatu, terpisah, tercerai, terberai sudah. dan.....kain-kain kini tak lagi kain. cuma perca.

ah...pertanda apa ini. saat kening makin berkerut, mataku nanar mencari jarum dari sudut ke sudut. kurindu liku kelok rentaknya. perca-perca terserak ini bisa jadi ornamen, sulaman indah dalam hentak tusukan jarum menyatukan. sedikit sakit mungkin. lalu baru. batinku.

lantas, aku apa. engkau apa. kain. perca. gunting atau jarum.

blass....kedip boklam pun terhenti. semua meneriakkan matahari.

Gedung Meneng, 24 Agustus 2017
:dipuisikan dari status Atut Dwi Sartika


(ilustrasi youtube/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments