KABUT CELAKA: PUISI YUFITA, PONTIANAK





: Mengenang Kepergian Harnofia Fitrayani

Ada tangis pilu
dan jerit siksa menguyupi malam,
tapi kabut celaka dan durjana
kegelapan mengaburkannya
Mengunyahnya sampai lumat

Dalam ketidakberdayaan
dicumburayu sang iblis
dibelenggu dan diremukkan
sedemikian biadabnya
sudah pasti harapnya lirih itu
akan sampai meski hanya samar
terdengar ke bilik kita
Ke bilik hangat tuan dan puan
:  Orang-orang yang dalam sangkaan gadis muda begitu lugu
dan mungkin saja
baru sesaat tadi  meninggalkan
tingkah bocahnya yang lucu
adalah saudara tua serupa dewa
yang akan datang menyelamatkannya
dari sekapan dan pembantaian
anjing-anjing keparat

Akan tetapi telinga kita telah tuli
dan ditulikan oleh nikmatnya
tidur yang pulas

Mata kita begitu rabun
dan dibutakan
oleh silaunya kilau duniawi

Dalam keputusasaannya
menghalau cengkraman maut
meregang nyawa; sendiri
mungkin masih sempat ia berharap cemas agar kelak tidak diabaikan
dan terlupakan

Adakah hati kita telah begitu gersang
dan mati beku oleh kerakusan melahap bangkai saudaranya sendiri?

(Doa kami harummu melebihi kesturi dan terpangganglah ke dalam panasnya jilatan neraka; para iblis keji yang telah menggiringmu ke dalam kabut celaka!)

Pontianak, 25 April 2013.



(ilustrasi Pinterest / yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments