IBU, AKU RESAH: PUISI YUFITA, PONTIANAK



Menjelang titik kulminasi
awan tak lagi berarak gerak, Ibu
aku anakmu gelisah mencari bebayang yang surut ke bawah kaki
Bagaimana cara kutemukan jalan itu
sedangkan polusi dari kendaraan yang hilir-mudik seharian melamurkan pandang
Lalu sisa pembakaran sampah
dari hati paling kotor masih mengamuk sejadi-jadinya

Aku malu, Ibu
Malu mendengar segala ucap busuk yang mencemari udara perubahan
Aku malu menghadapkan wajahku padamu

Kaulah, Ibu
Kaulah yang pertama
mengajarkan kami tentang manisnya tutur lembut penuh kasih-sayang

Kaulah, Ibu
Kaulah yang pertama
mengajarkan kami tentang nilai-nilai kesakralan bahwasanya tiap tutur adalah doa

Aku malu, Ibu

Tiap kali kami bertanya
dalam ketidakmengertian diri
akan sesuatu
maka kau akan menerangkan
dengan sepenuh cinta

Tiap kali kami menggugat
dan mendebat
kau senantiasa memaafkan
dan menjawab segalanya
dengan pengertian yang dalam
dan bahasa yang santun
tak terbalaskan

Aku resah
Aku malu, Ibu

Mendengar mulut-mulut kotor itu menyumpahserapahi setiap apa
yang tak sejalan dengan mereka
Menghina dan merendahkan
yang lain hanya karena mereka
berbeda

Aku malu
Aku resah, Ibu.

Kubu Raya, 17 Februari 2018


(ilustrasi nz sketch art/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments