DEBU DAN ULAT: PUISI HERI MULYADI, LAMPUNG



sebutir debu disapa badai
pecah muntah
hilang bentuk
remuk....

tiada tanya
juga percakapan
hening diam
karena aku mungkin tak pantas mengetuk.

lalu bening embun
bersulam sepoi angin timur
dalam tirakat panjang: kubaca cerita si ulat kecil yang bermetamorfosa pada meditasi rumah kepompong, dengan napas lemah melemah.

tiada perjamuan
tidak juga cakap berbual
sepi....
sunyi....
hanya tapa brata.

dalam rumah kepompong kudengar lirih, bisikmu satu-satu: izinkan aku menjelma kupu-kupu untuk indah esok di taman penuh bunga.

sakit ini sungguh perlu memang
lapar ini jelas terang jalan
haus ini pasti perlu sangat: untukku agar bukan lagi ulat.

alam terbentang
pagi menyapa bersama fajar mengintip
tapamu usai sudah
kau rentang sayap, indah penuh pesona
"inilah aku, kupu-kupu yang dirindu," ujarmu membuka sapa.

"kupu-kupu.....
tunggu aku,
ajari aku meditasi rumah kepompong,
agar esok akupun berdendang riang."

Jumbo Kakap, 16 Ramadhan 1438 H

--------------
Dihimpun dari "Melukis Langit", buku kumpulan puisi saya yang kedua, editor Isbedy Stiawan ZS, Siger Publisher, Mei 2017.



(ilustrasi r3fin3 wordpress/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments