BODOH: PUISI HERI MULYADI, LAMPUNG



engkau selalu berkunjung. ke rumahku. menyapaku. memelukku. erat. berkabar. bercerita. banyak. tentang kisah. hikmah dan petuah.

tapi. aku sungguh durjana. tak kubalas hangat sikapmu. dengan kasih sebanding. tulus. merangkul. seperti engkau. merangkul diriku. tak pernah engkau biarkan aku jatuh. sedih. atau sakit. juga tak pernah aku kau tinggal sendiri.

dasar bedebah. aku sungguh tak pandai merangkai syukur. bagimu. engkau yang selalu setia. datang. menyapa.

aku tahu. engkau merindu kudatang. berkunjung ke rumahmu. menyapamu. memelukmu. seperti engkau padaku.

tapi. aku durhaka. tak setia. kubuang engkau. kuingat sekadar saja. setampi dua. lalu hilang.

ah. bodoh aku. setulus itu engkau padaku. tak juga kupaham bahasa cintamu. padahal laut dan sungai lama bersaksi.

kini. penamu tak lagi menulis. tak lagi engkau berkirim buku. kosong.

sudahlah. bebalnya aku. ini saatnya aku kembali padamu. merindu rumahmu. merindu pelukmu. bergema kidung batinku. biar kugenggam engkau. seperti engkau padaku.

Gedung Meneng, 1 Agustus 2017



HIKAYAT GARAM

dan orang-orang bercerita soal garam di negeri pulau berselimut laut. aku tak mengerti bagaimana kisah bermula. kapal-kapal yang berlayar tak menuturkan kisah abal-abal ini.

seorang wanita yang termangu di sabtu pagi itupun tak bisa memahami drama apa yang kini terjadi pada si asin. hampir-hampir ia pun tak percaya bila garam menjadi pahit.

ah sudahlah. biar kutuang saja rasa pahitmu pada secangkir kopi yang kuseduh di awal pagi. wanita itu lirih membuang gundah.

dan esok. saat matahari bergulung menggunting hari. laut-laut kering. kapal-kapal kandas. terdengar kabar aliong membangun istana. menimba laut. memenuhi kolam-kolam.

beri aku! suara penitah terdengar dari kejauhan. titahnya menyesaki seluruh bumi. langit pun pecah.

Labuhan Ratu, 30 Juli 2017



HATIMU HATIKU
surat tercecer bagi Eka Susilawati

saat-saat kita tak lagi muda. dan lagu ini telah kita nyanyikan hingga paruh melodi. masih adakah suara yang terus tersisa, agar tergenapi ke ujung tembang.

suaraku jauh dari merdu. nyanyianku mungkin sumbang--kadang hilang; parau ditelan gelombang. tapi.....biarlah aku tetap melagukannya. untukmu. untuk kita; karena di situ selalu ada sekeping hati untukmu..

seperti dulu...
saat-saat kita muda...
saat-saat aku selalu tergetar ketika memandang indah bola matamu...meski tanpa kata-kata; saat kubangunkan engkau untuk hening bermunajat.

kuikat hatimu
kau ikat hatiku
lalu kita pun tenggelam dalam pengaduan penuh lirih, seperti isak dengan bulir-bulir bening; betapa kita tahu esok kita pasti kembali, lalu tergenapi sudah paruh melodi ini.

Gedung Meneng, 28 Juli 2017


(ilustrasi home the recording/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments