MERAWAT KUNTUM SENYUM: PUISI YUFITA, KUBU RAYA



Kita pernah terpuruk.
Penaka mengarungi sungai kering.
Berhari-hari,
bahkan lebih panjang
dari perjalanan bulan mengitari bumi.

Kita tetap bersabar
hingga pasang membawa perahu
laju ke muara.

Saatnya meneguhkan hati.
Layar telah terkembang,
surut kita berpantang.

Berandai-pandai saja
meningkahi riak.
Meniti ombak.
Kelak akan terbiasa.

Kita pernah mengalami kondisi
serupa ini, bahkan jauh lebih buruk dari hari ini.
Mengunyah pahit dan pedih
seorang diri.

Tak perlu cemas
dan gundah
sebagaimana mereka di seberang
menabuh genderang perang.
Tabur saja kuntum senyum.
Semai pula kebajikan
dan kerendahan hati.

Esok bukan badai yang tertuai
dari kedzaliman dan kebebalan diri,
tapi hikmah dan keniscayaan.

20 Januari 2018


(ilustrasi wikimediacommons/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk setiap informasi berharga dan mencerahkan)

Comments