MENANTI: PUISI DJOKO SARYONO, MALANG




Ketahuilah kekasih, di puncak musim penghujan ini, aku telah menunggumu di ambang pintu senja: terlihat semburat warna langit memayungi bumi begitu bahagia. Rasa mendua berhamburan sapa saban dada: dadaku juga, berdegup membaca musim, langit bakal terisak jadi hujankah atau tiada. Suaramu tak ada, senantiasa dihempas mesin-mesin produk kecendekiaan manusia: dan mungkin pula terhalang pendengaranku yang tak peka di antara burung-burung besi lalu-lalang di udara.

Ketahuilah kekasih, di antara udara basah, aku sudah menantimu di sisa terang surya: tampaklah bintang-gemintang segera tiba mengarungi kegelapan malam semesta. Bersua pertanyaan-pertanyaan yang ingin istirah di palung jiwa: jiwaku pula, berseru menebak cuaca, akankah angkasa pedih mata jadi gerimis jatuh atau mendung semata. Kuseru-seru kamu ke seantero napas dada: dan kau seketika kuharap bakal menjawab dengan lantunan kata semesra sabda.

Ketahuilah kekasih, di antara kerdap-kerdip matahari yang mulai kehilangan bayang, aku masih menunggumu bersama kitab tua yang tinggal di memori gawai lama: aku tetap menantimu lapang sukma. Bilakah kau tiba, melantunkan rindu yang dicari-cari semua manusia?: aku menadahkan jiwa tak henti-hentinya. Di sini: ruang luas tak terjala mata yang menjadikan tiap manusia hanya benda-benda, bahkan nama pun tiada, apalagi marwah yang dijunjung-junjung manusia. Bukankah kata sudah membuang tempurung, manusia menampik kurung, dan terjebak di pusaran bingung serupa nomaden baru yang berlagak agung?

Bandara CGK, 28/1/2018, 16.45


(ilustrasi saatchi/ yuk ke bagian blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)

Comments