MALIOBORO: PUISI MUHAMMAD THOBRONI, TARAKAN




Seorang sarjana, selepas menjadi mahasiswa abadi, berjalan tertatih menyusuri lorong kenangan hidupnya:
Jalan Malioboro lengang.  Toko-toko tutup rapat. Para tuan Pribumi maupun China asyik berselimut tubuh kekasihnya

Batik-batik dan kerajinan tangan masuk ke kotak, berganti desah-desah kerinduan di bilik-bilik pemiliknya

Di Jalan Malioboro, seorang sarjana yang baru saja mengikuti wisuda selepas kuliah yang lama,  melukiskan wajah kekasihnya di sepanjang kawasan jalan  membentang dari Tugu hingga ke perempatan Kantor Pos

Sarjana itu menempel wajah kekasihnya di sudut Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo

Sarjana yang kuliahnya sungguh lama, merangkai garis hubung jiwanya dalam poros imajinasi kraton Yogyakarta

Telah dari siang tadi sejak wisuda yang pesta, dan ijasah diterima, ia telah kembali singgah di  Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret: pada setiap sudut ruang tersebut ia mengulum bibir kekasihnya dan menghisap segala keresahan

Laksana seorang pedagang kaki lima,  ia sungguh intim liuklikuk Jalan Malioboro: para pedagang kaki lima  menjaja kerajinan Jogja dan warung-warung lesehan menggelar lapak serta para seniman meluapkan birahi seni: musik, lukis, hapening art, pantomim, dan juga cumbuan mabuk jalan

Sarjana yang telah mencium tangan rekror yang didemonya,  berdiam di sisi Jalan Malioboro yang kian lebar untuk menampung aegala resahnya: ke manakah langkah berikutnya?

Becak-becak berhenti. Istirah menikmati hidupnya yang landai.


2006



(ilustrasi the jakartapost/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk setiap informasi berharga dan mencerahkan)

Comments