/1/
Musim begitu baik hati: di kisaran Mei hingga September nanti. Laut Lamalera beroleh limpahan rezeki. Tak henti, tak henti: paus-paus elok menari-nari tak peduli. Beriring gulung gemulung ombak yang amat tabah mendaki dan menuruni lembah badai ngeri.
Dan puncak ombak laut Lamalera adalah doa mustajab para pemberani di bumi: bahkan sakramen suci semua warga di sini: di kampung nelayan Lamalera yang mendamba kehidupan teberkahi.
Dan puncak ombak laut Lamalera adalah hidangan rezeki bagi para nelayan yang pelaut perkasa di negeri bahari: sebab paus-paus menari indah sekali di puncak tertinggi sebelum dipapas tombak-tombak bijak yang telah berisi doa dan harap para pemberani.
/2/
Dan aku pun sampai di puncak gelombang ombak, wahai pelaut Lamalera yang paham pranata musim dan keterangkaian hidup semesta, kata paus-paus ternama, yang tengah bersuka cita di laut Lamalera. "Sambutlah aku penuh gelegak! Biar kalian bisa mengada bermakna". Maka perahu warisan yang moyang pelaut pemberani memapas julang debur samudra, menjangkau pucuk ombak, lantas melontarkan para pelaut yang membangunkan tombak. "Terimalah salam tombakku yang diurapi doa-doa siklus kehidupan, wahai paus-paus terkemuka yang sudah mendaki keberserahan gaharu", pelaut lantang berseru, di antara angin laut menderu-deru.
Dan lihat, ya lihatlah: sang paus yang paham takdirnya sendiri, dengan tombak pun bercumbu begitu seru. Sebelum layu, sesudah melunaskan rindu. Waktu cuma berlalu, seperti deru. Waktu hanya berseru, serupa syukur para pemburu. Di pantai anak-anak dan ibu-ibu khusuk menunggu sambil merapal ayat-ayat gaharu: jazad paus menjelma daging gembur bermutu.
(ilustrasi dewimagazine/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)
Comments
Post a Comment