Ahai Tanjung Bunga, kaulah buku kehidupan semesta yang tak pernah tuntas kubaca: karena panjang dan luas sejarah indah memukau jiwa, dari Komodo si reptil purba tiada dua di dunia, manusia purba di Liang Bua, Way Rebo yang memancarkan silam pukau kencana, kisah lamafa yang pemberani luar biasa sampai rumah tua yang mematangkan rasa kebangsaan Soekarno: lembar demi lembar budaya kusibak hikmat tak tamat juga: baris demi baris rangkai peradaban kupahami tak pernah habis pesona makna: sudah terbilang sekian persalinan masa: maka aku setia mendaras narasi panjang pantai-pantai yang melingkar serupa jalan asmara, serupa menghikmati kisah seribu satu malam yang tak ada ujungnya lantaran berangkaian sampai menyatu pangkal dan ujung cerita.
Ahai Nusa Nipa, kaulah buku pelajaran hidup bersama sesama yang menyumberkan segar-jernih makna: tak habis hikmah ditimba siang malam tak jeda: ember demi ember kasmaran tereguk menghantarkan lega: telah terbilang beberapa perputaran tata surya: maka aku tekun menyanyikan liturgi cinta, seperti melafazkan kisah sejarah tua pencarian asal mula anak manusia.
Ahai Cabo de Flores, kaulah buku tua bertuah dan bermarwah yang membawa segenap sihir rahasia jagat raya: memahamimu membikin kehidupan meruang dan mewaktu tak terkira: maka kurayakan, ya kurayakan kehidupan bersama demi kenangan-kenangan berharga: penuh sulang suka cita, meski tak selalu paham apa yang sedang dilakonkan bersama. Bukankah kehidupan perlu dijalankan dan dirayakan kesegarannya, kendati nonsens bisa dirumuskan, apalagi ditakrifkan maknanya, seperti para lamafa di atas peledang yang amat bahagia menunaikan tugasnya.
(ilustrasi artikeltravelindonesia / yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)
Comments
Post a Comment