CERITA DARI KALUNSAYAN (BUAT KOMUNITAS JENDELA NUSANTARA) : PUISI DJOKO SARYONO, MALANG



/1/
Karena berkendara gerlap cahaya: kemurnian memartabatkan sesama: ketulusan mencerlangkan saudara: aral manakah berani menghadang?: rasa jeri manakah sanggup menjadi alang?. Lubang-lubang sepanjang jalan menutup diusap kuat tekad, tikungan-tikungan melurus direntang mantap niat: deras hujan dan licin jalanan jadi karnaval jiwa berkat: tak heran jalan lempang terbentang di sirkuit saraf kalian: jalan mulus terlihat begitu lapang di seantero perasaan kalian: tujuan benderang seperti rumah cahaya, di situ selalu mastautin welas asih, yang di kota-kota kini ringkih dan acap tersisih.

"Kalunsayan, sayang: Kalunsayan, sayang: Kalunsayan, sayang: kami datang, kami datang diantarkan rombongan cahaya berkelebatan, cahaya hasrat kemerdekaan, cahaya persaudaraan, yang berhulu di nafas Kalunsayan. Kami hendak tunaikan ayat-ayat kerahmanan, kami bakal laksanakan sembahyang kerahiman: ya sembahyang literasi, sembahyang akal budi. Maka alam pun seketika menjelma sajadah semesta, begitu lebar dan panjang: dan kami bertakbir keagungan jagat raya, kami bertakbir kemulian manusia: lalu segala tampak lapang, lenyaplah yang dinamai rintang", serempak koor rancak kalian seperti sedang berdendang, yang bahkan burung dan pepohonanan pun mampu menikmatinya begitu senang, apalagi jurang curam dan terjal tebing-tebing malah memantulkan jadi gema menjauh panjang. Dengar, dengarlah, alam Kalunsayan pun menembangkan harapan, menyanyikan pengharapan: orang-orang bahu-membahu melantunkan cerita, pemuda-pemuda cekat menata sarana, anak-anak semangat membaca. Dengar, dengarlah, bumi Kalunsayan pun dialiri arus aksara-aksara bermakna, dinafasi suara-suara kesadaran dada. Lampu pun menyala di langit Kaulsayan: lampu kemelekan diri tercerahkan.

/2/
Di lapangan sahaja yang dilewati arakan dingin: dan musim yang mengembuskan ingin: segenap niat menjelma barisan pasukan upacara: lantas anak-anak menyanyikan Indonesia Raya tiga stanza: begitu khidmatnya sampai rintik-rintik hujan gemetar, sirna daya, jatuh jadi hujan deras berirama. Dan semua berlarian mencari payung teduh raga: dan kuyub gagal membuyarkan acara.

Di Balai Desa yang begitu sahaja: lantas anak-anak belajar membaca: membaca Indonesia yang selalu samar di dada: mencerna makna sebagai bangsa: dengarlah suara cinta mereka, cinta rupiah yang kerap patah hati disakiti tetangga di hadap mata. Dan gumpalan kabut mencatat semua: mengabarkannya dalam lawatan ke pelbagai suasana cakrawala.



Comments