CATATAN DARI PERDALAMAN KALIMANTAN: DESA TULANG







Ini adalah Catatan perjalanan Komunitas Jendela Nusantara (KJN)  yang menembus perdalaman Kalimantan bagian Utara. Mereka melaksanakan program KJN Mendidik dalam beberapa waktu. Berikut Catatan dari desa Tulang, yang masuk wilayaah Nunukan. Komunitas Ini tak lelah menebar virus Literasi.

#Antiad3

Desa Tulang

Dari desa Kalunsayan kecamatan Tulin Onsoi, tim Antiad bergeser ke desa selanjutnya, Desa Tulang Kecamatan Sembakung Atulai. Perjalanan yang sangat menguras tenaga karena kegiatan terus berlanjut dari waktu kedatangan. Berdiri selama 5 jam di bak truk. Menerpa angin sambil berpegang erat, terjungkal ketika tak siap ban truk sudah menghantam lubang,  lalu tertawa bersama. Bahagia itu sederhana 😊.


Bapak supir yang membawa kami ternyata tidak tau lokasi yang akan dituju. Dengan sisa ingatan rute KKN tahun 2015 yang lalu sempat beberapa kali berhenti lalu bertanya pada warga sekitar. “Masih jauh, terus saja lagi.”, kata seorang bapak saat kami berada di daerah Sembakung. Truk tak bisa lagi melaju karena jalan berlubang sangat parah juga karena si Bapak tidak menguasai rute yang satu ini. Sekitar satu jam kemudian, dari kejauhan terlihat bangunan pertama di daerah Kecamatan Sembakung Atulai yang sangat kukenal. Yah, kita sudah sampai. Selamat datang di Kecamatan Sembakung Atulai. Tapi ini baru kecamatan, harus masuk sekitar 15 menit lagi melewati hutan untuk sampai di Desa Tulang.

Tim Antiad memenuhi kembali logistik untuk di Desa Tulang. Di desa tersebut tak ada listrik juga tak ada warung. Sinyal untuk menelepon ada, jika menggunakan Si Titut. Sambil menunggu kawan yang lain mendata barang logistik yang harus dipenuhi, saya berulang kali menghubungi nomor warga Tulang yang saya simpan. Tidak ada yang aktif. Permasalahan selanjutnya adalah, terdapat tiga alternatif jalan menuju Desa Tulang. Jalan pertama, mendaki gunung dan berlubang parah (terakhir melewati jalan ini saat KKN dan saat KJN Mendidik 2 sudah tidak bisa dilewati lagi). Kedua, jalan yang langsung dari jalan poros Sebuku, Atulai, Mansalong. Namun, tahun lalu jalan ini rusak parah, tidak dapat digunakan. Ketiga, jalan yang baru dibuka tahun lalu. Saat itu musim hujan dan jalan ini lebih berbahaya karena truk bisa terjebak disana.

Sambil berharap ada warga Desa Tulang yang lewat, kami bertanya pada warga sekitar. Namun sangat jarang warga yang melewati jalan-jalan itu, karena desa mereka tidak sampai kesana. Karena waktu semakin sore, akhirnya kami memutuskan untuk segera memilih salah satu jalan. Saya bertanya pada si Bapak, jika jalanan yang kita pilih ternyata becek parah karena beberapa hari ini selalu turun hujan, apakah bapak masih bisa melewatinya? Lalu, Bapak Supir bilang, “Dicoba saja dulu”. Dengan perasaan penasaran dicampur gugup, perjalanan dilanjutkan. Baru beberapa puluh meter, sudah terlihat jalan yang rusak karena genangan air dan jenis tanah yang lengket dan licin. Bapak supir berhenti, turun dari truk, mengambil batang kayu lalu mengukur kedalaman genangan. Kata bapaknya, “semoga kita tidak terjebak”. Truk di mundurkan beberapa meter, lalu tancap gas melewati genangan dengan cepat. Setelah menghantam genangan berlubang, ban belakang truk terseret ke samping karena tanah yang sangat licin. Seperti biasa, pasukan bak truk tersentak dan kali ini lebih kuat dari sekedar lubang di jalan beraspal. Masih ada beberapa lokasi yang sama yang harus dilewati. Bapak supir menggeleng-geleng, yah sepertinya ia takut truk terjebak ditengah hutan tanpa sinyal dan tidak ada orang yang lewat. Akhirnya, setelah berhasil melewati jalan jalan rusak tersebut, setelah ban truk terseret kesana kemari dan pasukan bak truk terhempas kemana mana, rumah pertama Desa Tulang, rumah nenek yang tak bisa berbahasa Indonesia namun selalu tersenyum pada kamipun terlihat. 10 rumah Desa Tulang yang telah kami hapal siapa saja pemilknya. Girang sekali rasannya.


Truk berhenti di depan rumah yang sudah disiapkan sebagai pos KJN. Warga keluar dari rumah dan kaget melihat kedatangan kami. “Baru saja kusuruh si Ringko menelepon kau Mut, kapan kesini. Ada perasaanku kenapa tiba tiba ingat kalian mau datang.” Setelah menjelaskan bahwa tak ada nomor telepon yang aktif, Ibu baru menyadari kalau hp yang sering saya hubungi sudah hilang.

Pasukan bak truk, Tim Antiad akhirnya turun dari truk. Dengan sisa tenaga mengangkat 14 kotak yang tersisa. Lalu terkapar di jalan desa, meluruskan pinggang yang sudah mau patah katanya. Ibu-ibu segera datang membawakan kami teh dan kopi, hidangan khas tiap kali berkunjung. Tikar-tikar berdatangan dan tak lama pos siap digunakan.

***

Ada pemandangan yang tak biasa. Seorang ibu melihat kami dari kejauhan sambil terus mengusap mata dengan sarung yang ia kenakan. Matanya sudah merah. Lalu seorang ibu mendekati, “itu tante Frengky, (adik kami yang meninggal beberapa bulan lalu karena kecelakaan) dia ingat waktu kamu main sama Frengky dulu. Itu truk yang buat dia meninggal.” Seketika perasaan ini bercampur aduk. Bahagia bertemu lagi dengan warga tapi harus melihat sendiri tak ada lagi dua orang adik kami yang biasanya paling semangat dan paling ceria bersama kami. Tak mau menambah rasa sedih warga, seperti biasa kami mengunjungi warga satu persatu. Berbincang, menanyakan kabar. Dari hulu hingga hilir desa. Tibalah kami di rumah nenek, nenek juga harus kehilangan cucunya, Lio. Pada kecelakaan yang sama dengan Frengky. Nenek memeluk kami sambil menangis terisak. Ia berbahasa daerah “Nda ada sudah Lio main sama kamu, nak”. Kami menenangkan dan menguatkan nenek. Di rumah selanjutnya, kembali seorang ibu menangis melihat kami. Yah, itu adalah ibu Lio. Kata kata yang sama “Nda ada sudah Lio main sama kamu. Pergi sudah dia.”...
Sore itu kami merencanakan untuk berziarah ke makam adik-adik kami pada esok harinya.

***



Pagi pun datang, Desa Tulang yang paginya sejuk dan nyaman. Beberapa anak sudah melintasi posko. Oh ya, sejak kegiatan KJN Mendidik II tahun 2016, siswa Desa Tulang tidak lagi belajar di kantor desa. Dulunya mereka punya sekolah, namun sekolah tersebut disegel karena masalah dengan dinas terkait. Alhamdulillah, setelah laporan kegiatan KJN Mendidik II, media turut serta, Bupati pada saat itu langsung menyelesaikan dan siswa SD Tulang Sabuluan bisa menggunakan gedung sekolah mereka lagi. Tapi untuk sekolah yang satu ini, jaraknya sangat jauh dari desa. Berada di tengah hutan, antara Desa Tulang dan Sabuluan. Bagi yang ingin bersekolah harus semangat untuk berjalan kaki.

Pukul 08.00 Tim Antiad menuju sekolah dengan mengendarai truk di desa itu. Lumayan lama, bagaimana dengan adik adik yang berjalan kaki? Sesampainya di sekolah, terlihat gedung dengan 3 ruang kelas yang terlihat kokoh namun sepi. Ruang guru dari batang batang pohon. Tak ada guru disana, bapak kepala sekolah sedang mengambil bantuan Pemda Nunukan berupa seragam sekolah untuk siswa kelas 3,4 dan 5.
Hari itu, perjuangan jalan kaki adik-adik desa Tulang dan Sabuluan dihadapkan dengan kenyataan bapak ibu guru tidak hadir disana.
Tim Antiad ambil alih untuk kegiatan di sekolah. Seperti biasa, Kelas motivasi, kelas dongeng, inspirasi, cita-cita, profesi, wawasan kebangsaan, cinta rupiah, bermain, kuis berhadiah, di tutup dengan upacara bendera dan pembagian bantuan sosial serta penyerahan bendera merah putih, foto Presiden-Wakil Presiden serta Pancasila. Karena sudah ada bantuan seragam lengkap dari Pemda untuk siswa kelas 3,4 dan 5. Seragam yang dibagikan oleh Tim Antiad hanya untuk kelas 1,2 dan 6. Lima jam yang sangat menyenangkan bersama adik-adik di sekolah.

Pukul satu siang kami kembali ke posko, bersiap menuju pemakaman. Terlihat beberapa anak membawa buku yang dibagikan tadi pagi. Saat saya tanyakan untuk apa itu, katanya untuk diletakkan di pemakaman Lio dan Frengky agar mereka kebagian juga. Kami bersama sama warga menuju pemakaman yang tidak jauh dari pemukiman warga. Terlihat di ujung pemakaman dua nama berdampingan yang sangat kami kenal. Dua sosok yang paling ceria dan bersemangat. Tak ada yang bisa melawan takdir. Tahun lalu masih bersama, kini semangat dan keceriaan mereka yang akan selalu terkenang. Kami beranjak dari pemakaman, bersiap dan berkemas untuk perjalanan selanjutnya. Warga mengantar kami dan meminta kami berjanji untuk datang lagi.


(MUTMAINNA LAINTANG, KOMUNITAS JENDELA NUSANTARA /KJN KALIMANTAN UTARA)

Comments