/1/
Kutunggu gelap tiba di kedua kornea matamu biar cumbu mencipta guntur mengiang seru: di dadaku, di dadamu. Lalu runcing jarum-jarum hujan di awan berjatuhan: menjadi banjir bandang yang menghanyutkan kita sampai jauh di tengah laut kasmaran. "Cinta, dekap aku sepenuh kekuatan, biar tak terbanting ombak berdeburan!" "Kasih, kupegang kencang tubuhmu biar tetap di rengkuhanku!".
[Esok, saat fajar tiba, dua sosok terkapar di pantai: tubuh kita yang terbantai: selepas percumbuan berantai]
/2/
ketika kita bertukar tatap mata: tualang paling sarat asmara kita jalani bersama. kau kencang melaju di atas panjang rongga napas dada, dadaku tentu saja: dan debarku yang rajin menyimpan rahasia cinta melepas kesiap asmara, "hai... jelita janganlah kau lindas benih-benih cinta yang tercecer di sepanjang sirkuit waktu rindu!". maka aku pun cepat melaju mengejarmu di sirkuit urat nadimu, yang seolah berbatas semu, tanpa garis finis yang kutunggu, hingga aku terus memacu cinta begitu kelebatnya: dan kau menjerit betapa merdu, "hai...belahan jiwa janganlah begitu laju, menyalip dengus asmaraku, hingga aku tertinggal jauh di belakangmu!". lalu kita melaju beriringan biar tiba di garis finis bersamaan. di situ telah terpampang karangan bunga: sepasang kekasih telah menuai kemenangan. di situ sudah terpasang prasasti: di sini sepasang kekasih rampungkan percumbuan.
[senja makin tebal: asmara kian kental: tatap mata sembunyikan rasa saling kenal].
(ilustrasi medium/ yuk ke bagian bawah blog dan klik iklannya untuk informasi berharga dan mencerahkan)
Comments
Post a Comment