UJUNG PENGEMBARAAN SAMPAN (CERITA TENTANG BUNDA) : PUISI DENOK



Merapat di bibir pantai,
sampanku tinggal serpihan papan
Lapuk, berlubang sini-sana
Memang telah tua benar ia
Adanya jauh sebelum adaku
Ia antar aku ke teluk-teluk,
menyeberang dari selat ke selat,
menjelajah tanjung demi tanjung
Menemani meronce hari berpeluh,
di hamparan luas pasir putih

Tak sirna ini kerinduan:
Ketika tubuh dihantam gelombang,
sampan berjuang membawaku pulang
Berpuluh kali tajam karang melukai, ganggang laut melilit,
dan cuaca buruk menggentarkan nyali
Aku meringkuk sebagai bayi dalam rahim,
mempercayakan detak jantung padanya
Sering sampanku oleng hampir tenggelam,
namun tak pernah ia kalah, tak sekali pun menyerah

Kini mesti kutambatkan ia,
istirah di antara sampan-sampan para nelayan
Membiasakan diri dalam kesenyapan,
dan menahan sakit saat musim mengelupas kulitnya

Di akhir pengembaraannya bersamaku nanti,
rangkaian puisi tak cukup pantas bagi haribaannya
Cuma satu janji di rembang petang:
Aku kan selalu menziarahi cintanya
Mengumpulkan serpih kayunya yang terkelopak,
lantas mengabenkan dalam upacara penghormatan,
hingga keabadian!

Ay - 2011



(ambau.id/ilustrasi: fakta.co)

Comments