PERSEBAYA



PERSEBAYA

Arek Lamongan kok melu konvoi Persebaya (Arek Lamongan kok ikut konvoi Persebaya). Begitu lontaran kalimat beberapa orang kepada saya Rabu (29/11) lalu. Kalimatnya tak semua sama persis seperti itu. Tapi, secara garis besar sama seperti yang saya sebutkan itu.

Sebenarnya kalau sudah membaca buku saya yang berjudul Persela Menegaskan Identitas Kami (sekalian numpang promosi he....he....), kalimat atau pertanyaan itu tak perlu dilontarkan. Sebab, di dalam buku itu semuanya sebenarnya sudah tergambar dengan gamblang. Eh, tapi mungkin banyak yang belum baca ya. (Kalau belum baca dan berminat, bukunya bisa didapatkan di Diehard Wear atau @Fandom_ID, terlanjur promosi, jadi sekalian saja he....he...).

Jadi begini. Masa anak-anak, remaja, dan ketika saya menginjak menjadi pemuda, sepak bola yang lekat dan dekat dengan saya adalah Persebaya. sejak usia 3 tahun saya diajak bapak nonton Persebaya ke Tambaksari. Kami selalu berangkat rombongan dengan para gibol di desa saya. Kami carter mobil. Dan yang tak pernah saya lupakan: selalu ada radio dalam rombongan kami. Radio itu selalu kami putar di dalam stadion saat pertandingan berlangsung.

Itu secuil cerita masa kecil saya yang selalu diajak bapak nonton Persebaya ke Tambaksari.  Dan ketika sudah SMA, saya tak lagi ke Gelora 10 Nopember bersama bapak. Saya sering MBonek bersama seorang kawan yang kini jadi guru Hidayah Romadhon. Tapi, tak jarang saya berangkat sendiri ke Tambaksari.

Pagi sekali kami mengawali perjalanan ke Tambaksari. Sebab, jarak kampung saya, Mantup, dengan Tambaksari sangat jauh. Sekitar 45 km. Perjalanan dimulai dengan nggandol truk sejauh 10 km. Disambung naik angkot Balongpanggang-Pasar Turi. Dilanjutkan naik angkot Pasar Turi-Tambaksari. Dan perjalanan pulang jauh lebih lama, lebih panjang. Dimulai naik angkot stadion-Pasar Turi, Pasar Turi-Osowilangun, lalu naik bus turun stasiun Lamongan. Dari situ lantas jalan kaki sekitar 5 km, kemudian nggandol truk sejauh 20 km.

Oya, saat saya dan kawan-kawan di kampung mendirikan kesebelasan sepak bola, Mayangkara FC, kiblat kami adalah Persebaya. Kostum kami merupakan duplikasi kostum Persebaya pas juara kompetisi 1997. Cara kami merayakan gol juga mencontoh selebrasi pemain-pemain Persebaya. Seperti hormat bersama dan merangkak bersama.

Jadi pahamkan sekarang?. Lek gak paham, monggo beli buku Persela Menegaskan Identitas kami (karena awal sudah promosi, maka saya menutupnya dengan promosi he....he...).


MIFTAH,  wartawan Jawa Pos dan penulis buku PERSELA MENEGASKAN IDENTITAS KAMI



NB: Foto Ghofuur Eka/Jawa Pos. Dia mengabadikan momen ketika saya memotret konvoi Persebaya.



Comments