aku memasuki keheningan
aku memasuki kedamaian
aku memasuki ketentraman
aku gumuli kata-kata besar ini
untuk mencari Engkau
aku mengembara
aku menjelajahi celah demi celah
bersama jiwaku yang kerdil
menerobos kegelapan
mencairkan kebekuan
membangunkan kediaman
demi menemukan secercah cahayaMu
demi mendekati jamahan belaianmu
tapi benarkah aku bakal menjumpaimu
tidakkah aku hanyut dalam impian-impian
atau aku sendiri menciptakan penjara abadi
aku dan engkau terpenjara
dalam melaksanakan kehendak
selaksa impian
selaksa doa
doa dan impian
berulang dan berulang
pada waktu dilahirkan impian-impianku
tidakkah sekaligus kuciptakan musuh-musuhku
yang selalu memburuku
yang memojokkanku
dalam kebekuan
dalam kemandulan
dalam kekerdilan
dalam kesesatan
yang lebih kelam
dari selaksa abad yang pekat
pada waktu kutemukan kau
tiba-tiba aku tenggelam dalam mabuk nafsu
untuk menaklukkanmu
dengan kekuasaan yang penuh tirani
tapi tidakkah engkau tak pernah tertaklukkan
bahkan akulah yang menjerat diriku
aku ciptakan penjaraku sendiri
dengan selaksa belenggu
dengan sejuta mil rantai
kuborgol hidupku sendiri
di tengah penjara kehidupan
kutenggelamkan diriku
dalam laut yang siap menelanku
kuhanyutkan diriku
dalam arus yang siap menyeretku
kuembuskan napas kehidupan
seraya kucicil kematianku
engkau tertawa
tertawalah sepuasmu
engkau memaki
memakilah sepuasmu
engkau mengutuk
mengutuklah sepuasmu
engkau mencemooh
mencemoohlah sepuasmu
tapi bila engkau menangis
menangislah sedikit buatku
kukutuk kebekuan ini
kukutuk kemandulan ini
kukutuk kebodohan ini
kukutuk kekerdilan ini
kukutuk kata-kata besar ini
boleh, kan?
engkau izinkan aku?
kubenci peperangan ini
yang berkecamuk dalam jiwaku
tapi kusuka pula peperangan ini
karena itulah rahimku
yang membuahkan kehidupanku
yang menjadikan aku manusia
yang membuat aku paham
pada kepicikanku
pada keterbatasanku
pada ketakberdayaanku
pada kekalahanku
menghadapi perang abadi ini
pada kesendirianku
menghadapi musuh-musuh
tertawalah
kalau kau mau
menangislah
kalau kau mau
tapi aku takkan tertawa
aku takkan menangis
dalam mengikuti jejak langkahmu
yang kau tinggalkan
dalam halaman-halaman kehidupanku
aku akan terus memasuki keheningan
aku akan terus memasuki kedamaian
aku akan terus memasuki ketentraman
aku dengungkan kata-kata ini sekarang
seraya menerjunkan diri
ke gelanggang perang abadi
untuk menemukan Engkau
untuk bersimpuh dalam rangkulanMu
untuk rebah dalam pangkuanMu
aku pasti tertawa
aku pasti menangis
berganti-ganti
apakah aku menang atau kalah
dalam perang abadi ini
aku tak peduli lagi
sebab itulah saat
yang paling indah
paling bahagia
paling teduh
paling nikmat
menyerahkan mautku
sebulat-bulatnya
sepenuh-penuhnya
1984
*(dari buku BADIK hal. 366 - 370)*
(ilustrasi ransel anak kos)
Comments
Post a Comment