PERANG ABADI: PUISI ASPAR PATURUSI, MAKASSAR




aku memasuki keheningan
aku memasuki kedamaian
aku memasuki ketentraman
aku gumuli kata-kata besar ini
untuk mencari Engkau
aku mengembara
aku menjelajahi celah demi celah
bersama jiwaku yang kerdil
menerobos kegelapan
mencairkan kebekuan
membangunkan kediaman
demi menemukan secercah cahayaMu
demi mendekati jamahan belaianmu

tapi benarkah aku bakal menjumpaimu
tidakkah aku hanyut dalam impian-impian
atau aku sendiri menciptakan penjara abadi

aku dan engkau terpenjara
dalam melaksanakan kehendak
selaksa impian
selaksa doa
doa dan impian
berulang dan berulang

pada waktu dilahirkan impian-impianku
tidakkah sekaligus kuciptakan musuh-musuhku
yang selalu memburuku
yang memojokkanku
dalam kebekuan
dalam kemandulan
dalam kekerdilan
dalam kesesatan
yang lebih kelam
dari selaksa abad yang pekat

pada waktu kutemukan kau
tiba-tiba aku tenggelam dalam mabuk nafsu
untuk menaklukkanmu
dengan kekuasaan yang penuh tirani
tapi tidakkah engkau tak pernah tertaklukkan
bahkan akulah yang menjerat diriku

aku ciptakan penjaraku sendiri
dengan selaksa belenggu
dengan sejuta mil rantai

kuborgol hidupku sendiri
di tengah penjara kehidupan
kutenggelamkan diriku
dalam laut yang siap menelanku
kuhanyutkan diriku
dalam arus yang siap menyeretku
kuembuskan napas kehidupan
seraya kucicil kematianku

engkau tertawa
tertawalah sepuasmu
engkau memaki
memakilah sepuasmu
engkau mengutuk
mengutuklah sepuasmu
engkau mencemooh
mencemoohlah sepuasmu
tapi bila engkau menangis
menangislah sedikit buatku

kukutuk kebekuan ini
kukutuk kemandulan ini
kukutuk kebodohan ini
kukutuk kekerdilan ini
kukutuk kata-kata besar ini
       boleh, kan?
engkau izinkan aku?

kubenci peperangan ini
yang berkecamuk dalam jiwaku
tapi kusuka pula peperangan ini
karena itulah rahimku
yang membuahkan kehidupanku
yang menjadikan aku manusia
yang membuat aku paham
pada kepicikanku
pada keterbatasanku
pada ketakberdayaanku
pada kekalahanku
menghadapi perang abadi ini
pada kesendirianku
menghadapi musuh-musuh

tertawalah
kalau kau mau
menangislah
kalau kau mau

tapi aku takkan tertawa
aku takkan menangis
dalam mengikuti jejak langkahmu
yang kau tinggalkan
dalam halaman-halaman kehidupanku

aku akan terus memasuki keheningan
aku akan terus memasuki kedamaian
aku akan terus memasuki ketentraman
aku dengungkan kata-kata ini sekarang
seraya menerjunkan diri
ke gelanggang perang abadi
untuk menemukan Engkau
untuk bersimpuh dalam rangkulanMu
untuk rebah dalam pangkuanMu

       aku pasti tertawa
       aku pasti menangis
       berganti-ganti

apakah aku menang atau kalah
dalam perang abadi ini
aku tak peduli lagi
sebab itulah saat
yang paling indah
paling bahagia
paling teduh
paling nikmat
menyerahkan mautku
sebulat-bulatnya
sepenuh-penuhnya

1984

*(dari buku BADIK hal. 366 - 370)*



(ilustrasi ransel anak kos)

Comments