MELUKIS PERJALANAN ANAK-ANAK ROHINGYA: PUISI MUHAMMAD DE PUTRA, RIAU



“Kanvas dan tinta pada lukisanmu
yang penuh akan darah dan luka-luka ratusan wajah.
Kami mencari jalan keluar tanpa jejak. Berjalan.”

Kami telah mencari jalan pergi. Meninggalkan Rohingya.
Suara-suara teriak memecahkan telinga.
Sedang kami yang berusia 5 Tahun ini,
Bertanya-tanya mengapa ibu dilukai
Dan ayah tak kembali memeluk kami?

Orang-orang rombong berjalan dengan airmata
membawa diri mereka masing-masing
yang tengah menangis dan sedikit hangus terbakar.
Nenek dan kakek sudah tak ada lagi di jalan ini.
Sepertinya mereka telah pergi.

Kami berjalan sambil menangis darah.
Di setiap simpang tanpa nama,
dan pada kelokan yang teramat rancu.
Rengek kami memenuhi jalan setapak.

Kami tak tahu nama noktah tempat ini.
Sepi, hanya rombongan yang basah akan keringat
Dan beberapa anak-anak yang merasakan kebingungan.

Hari telah senja dan sedikit gelap
pada tiap lukisan di tanganmu.
Ah, tunjukkan kami ke arah lukisan
tentang kampung yang memiliki langit merah,
pohon-pohon yang tumbuh rimbun di pekarangan rumah
dan kau sedang  melukis di halaman.

Kami begitu sedih di sini. Tenda hitam dan kebisingan orang-orang yang mencari keluarganya, membuat kami tak bisa tidur dan berfikir mengenai perjalanan panjang apa lagi esok hari. Kami butuh kampung, tempat kami sholat dan mengaji serta bermain bersama teman-teman. Usia kami masih 5 Tahun, tetapi rumah kami sudah dibakar dan hangus. Api-api itu bahkan mengenai saudara kami. Mereka mati.

Ah, akan kemana jalan abstrak ini membawa kami?
Hujan telah melunturkan mata dan kami buta. Kami tetap harus berlari meninggalkan Rohingya. Orang-orang berbaju hitam dengan topi tengah mengejar kami.
Sebenarnya apakah tanganmu yang teramat sangat mudah melukis itu
masih bisa menyimpan semua tentang kampung?
Maka, kapan kau beri kami jalan pintas
menuju lukisanmu itu?

Kami butuh rumah. Perjalanan ini sangat luka bagi kami. Ibu terluka dan ayah entah di mana.

Comments