JADI GURU ITU MUDAH?



Siapa bilang jadi guru itu mudah?
Melihat Story WhatsApp salah satu hiburan ketika tugas akhir menumpuk di akhir tahun, jelas ada kebahagian sendiri melihat aktivitas para pengguna setia sosial media khususnya WhatsApp. Hari ini saya betul-betul di buat tertawa dengan postingan salah satu junior saya yang sedang melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu sekolah, dia memposting hasil jawaban anak murid nya yang membuatku mendapatkan referensi untuk menulis, yang sebenarnya sudah lama ingin ku tulis menjadi sebuah artikel yang berkaitan dengan salah satu mata kuliahku.

Jadi begini, ada beberapa soal yang diberikan pada siswanya pada Ujian Akhir Semester (UAS). Soal isiannya seperti ini “surah al-fatihah turun di kota ......” jelas jawaban di kunci jawaban guru adalah “Mekkah”. Dan apa jawaban polos siswa ini. Jawabannya adalah “Tarakan”. Salah? jelas tidak.


Soalnya berikutnya “anak yang disiplin akan disayang.....” jawabannya seharusnya adalah “semua orang”. Tapi apa jawabanya si siswa yang cerdas ini “orangtua”. Salah? Tidak.

Soal diatas  adalah sebagian dari sekian banyak soal yang diberikan pada saat UAS. Dari dua soal tersebut jelas membuat kita tertawa ketika membaca jawaban polos para siswa tersebut. Jawaban yang dia tulisankan itu benar-benar jawaban yang luar biasa menurutku, tapi mungkin tidak bagi gurunya tapi bisa jadi juga guru sepahaman denganku atau bahkan jawaban si anak membuat gurunya tertawa dan merasa terhibur sehinga tidak begitu tegang dalam mengoreksi jawaban para siswanya dan tidak menjadikan kewajiban sebagai beban. Terserahlah yaaa.

Baiklah, saya mencoba untuk berada diposisi siswa tersebut terlebih dahulu. Jadi, saya tau alasan mengapa mereka menjawab pertanyaan secerdas itu. Siswa kelas satu sekolah dasar, usia 6-7 tahun, usia memasuki tahan operasional kongkrit. Dimana pada usia tersebut siswa belajar melalui pengalamannya, apa yang sudah dia lakukan dan bisa paham melalui benda-benda yang kongkrit. Dari kedua soal tersebut di usia masih kisaran 6-7 tahun apakah mereka tau apa itu mekkah? Dimana itu mekkah? Dan tempat atau bahkan benda seperti apakah itu mekkah? Tidak. Mereka tidak tau. Kenapa jawabannya Tarakan, Karena di kota itulah mereka tinggal dan bisa jadi, di tempatnya mengaji di Tarakan ada bacaan surah al-fatihah, maka dari itu mereka menjawab Tarakan. Bagaimana?

Soal berikutnya, kenapa jawabannya orangtua. Bisa jadi menurutnya yang sayang kepada dia ketika dia berbuat baik atau pun disiplin yang sayang dan peduli hanya bapak dan ibunya saja. Bisa jadi orang lain seperti kakak, tante, om dan yang lainnya tidak peduli soal itu. maka menurutnya jawaban yang tepat adalah orsng tua. Pada saat anak belajar menjadi makhluk sosial, agen pertama yang memperkenalkan hal tersebut adalah keluarga terkhusus bapak dan ibu. Hal ini memang tidak kita sadari tapi dalam teori sosialisasi dan perkembangan kepribadian Anak khususnya pada anak sekolah dasar keluarga merupakan agen pertama yang mengajarkan hidup bersosialisasi.

Dari jawaban para siswa yang cerdas ini, kita harusnya sedikit intropeksi diri khususnya para guru sekolah dasar. Bukan persoalan benar dan salah tapi lebih dari itu. bagaimana kita khsusnya para guru atapun calon guru paham dengan perkembangan anak, baik dari kognitif, afektif dan psikomotoriknya.

Lalu ....

Mau bilang jadi guru itu mudah? Atau menjadikan profesi guru sebagai pelarian karena telah ditolak di semua perusahaan. Menjadi guru tidak cukup dengan masuk kelas, mengajar dan memberi nilai lalu selasai. Sampai saat ini saja saya belum siap menjadi guru mengingat pertanggungjawabannya kelak kepada sang kuasa. Guru bukanlah profesi yang mudah. Butuh keahlian yang khusus, pengalaman yang cukup dan kedalaman ilmu yang harus selalu di update.

Ada satu hal yng penting dan harus kita pertahankan menurut saya dari hasil jawaban dari para siswa tersebut, yaitu, sikap jujur. Jujur akan jawabanya yang dia berikan. Walaupun terkadang banyak guru yang tidak melihat dari sisi tersebut. Itulah adalah salah satu bentuk implemntasi pendidikan karakter yang di miliki anak. Sesuai dengan PerPres mengenai Penguatan Pendidikan Karakter yang disingkat PPK. Karena menurut saya pendidikan karakter itu bukan sekedar teori tapi dilakukan dan dilaksanakan.

Jadi, guru jangan hanya berpaku pada kunci jawaban dan kurikulum. Padahal kurikulum bukanlah kita suci yang mutlak lalu spenuhnya harus diikuti. Ingat, yang membuat kurikulum juga manusia jadi wajar kalau jauh dari kata sempurna. Maka dari itu tugasnya guru untuk cerdas dalam menganalisa standar isi yang terdapat dalam kurikulum. Serta perlunya kreativitas guru dalam menilai setiap kecerdasan yang di miliki masing-masing siswa. Karena setiap anak memiliki kecerdasan yang berbed-beda. Kalau sekarang kita ribut berbicara soal Korupsi Papa dan Tiang Listrik  yang malang, dari jawaban siswa yang jujur itulah kita bisa belajar pentingnya sikap jujur yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Menghargai jawaban jujur anak lebih baik daripada memaksakan anak untuk mengikuti jawaban lain yang membuat mereka harus berbohong. Awas! Salah didik, guru bisa menciptakan generasi koruptor.

RAHMA DINA, mahasiswa s2 pps Universitas Negeri Malang (UM),  pendiri Komunitas Jendela Nusantara (KJN)  komunitas literasi di Kalimantan Utara.

Comments