TAK ADA MAKRIFAT


TAK ADA MAKRIFAT tanpa ketaatan kepada guru. Itu, antara lain, pesan penting dari lakon Bima Suci, Bratasena muda yang mengalami transformasi hasil ketaatan kepada sang guru, Resi Dorna, sang resi perang.

Tanpa sanggah, Bratasena mentaati kata-kata gurunya itu. Meski harus mendaki gunung-gunung perkasa dihadang raksasa-raksasa jelmaan dewa-dewa. Meski harus terjun ke dasar samudera yang bergejolak. Dililit naga tanpa boleh membawa senjata. Ia tetap taat meski ibunya, Kunti mencegah. Para saudara-saudaranya menguji ketetapan hati.

Lalu di dasar samudera minangkalbu, guna mencari tirta pawitra Bratasena berjumpa Dewa Ruci, dewa samudera. Diajarkannya ilmu kesempurnaan, kelak bersatunya Bratasena dan Dewa Ruci lah menjadi Bima Suci. Bersatunya dewa dan manusia. Sehingga didapatlah ketentraman yang kekal. Ilmu kesempurnaan yang dicari dijumpai, hingga puas hatinya, tenang jiwanya, surga dan neraka hanya ada dalam rasa. Ketaatannya berbuah, jadi kemampuan mengendalikan nafsu.

Resi Dorna, yang kuatir Bratasena, murid yang dikasihinya itu tak muncul dari dasar samudera, menyusul, melompat ia ke gelegak samudera itu. Lalu justru Bima Suci menyelamatkan Dorna, jiwa perang yang nyaris tenggelam. Apakah Bima yang menyelamatkan Dorna, atau Dorna yang menyelamatkan Bima dengan ajarannya. Tak lagi penting. Guru dan murid sama-sama menjadi sejati.~

CHAI SISWANDI, budayawan kutai

Comments