BUSAK DIAN, HIASAN PENGANTIN TIDUNG DI KALIMANTAN UTARA




Kunjungan Observasi (Kuliah Lapangan) ini dilakukan di Hari Kamis, Tanggal 12 Oktober 2017, Pukul 10.00 – Selesai. Kunjungan observasi dilakukan di Rumah Adat Baloy Tidung daerah kawasan Keramat, Tarakan Kalimantan Utara. Adapun pendamping untuk melakukan observasi ini adalah Bapak Muhammad Thobroni, S.S., M.Pd selaku dosen pengampuh mata kuliah Bahasa Tidung. Observasi ini dilakukan untuk memperluas wawasan mahasiswa terhadap budaya dan adat istiadat yang berada di Kota Tarakan khususnya budaya Suku Tidung. Informan yang memberikan banyak informasi dan pengarahan saat berada di Baloy Adat Tidung adalah Ibu Intan Kesuma dan Ibu Halimah. Pada kesempatan ini juga, turut hadir Bapak Datu Norbeck. Beliau adalah salah satu tokoh masyarakat yang sangat mengenal adat istiadat suku tidung di Kota Tarakan.
Busak dian adalah sebuah bunga yang diatasnya terdapat lilin untuk acara pernikahan dalam suku tidung. Busak dian merupakan kumpulan beberapa lilin yang dihiasi dengan bunga-bunga. Salah satu miniature yang ditunjukkan adalah busak dian bewarna kuning keemasan seperti gambar diatas. Dalam rangkaian adat pernikahan suku tidung acara arak-arakan akan diiringi dengan kesenian music hadra yang kemudian diacara tersebut akan dibawah  beberapa perlengkapan seperti bunga lilin (busak dian), sedulang yang berupa cindera mata (gelas, piring, dan sendok) dengan dibungkus kain berwarna kuning sebanyak 9 buah yang dibawah oleh 9 orang ke pihak perempuan, nasi kuning dan lain sebagainya. Rangkaian acara adat prosesi ini disebut besanding dalam suku tidung.
Kemudian, busak dian diletakkan didekat panggawa. Fungsi dari busak dian sendiri adalah ketika prosesi acara adat pernikahan suku tidung dilaksanakan, busak dian akan ditiup. Namun sebelum peniupan busak dian, mempelai akan melakukan prosesi saling menyuapi nasi pengantin yang memiliki makna saling berbagi dikehidupan rumah tangga.
Nasi pengantin adalah ketan kuning yang telah diolah dan selanjutnya diatas ketan tersebut diberikan kelapa yang sudah dicampur dengan gula merah. Menurut kepercayaan suku Tidung, dengan menyuapi nasi pengantin antara mempelai wanita dan mempelai laki-laki akan membuat hubungan pernikahan mereka menjadi harmonis karena makna dari nasi pengantin itu adalah tanda saling berbagi satu sama lain antara suami dan istri dalam kehidupan berumah tangga.
Prosesi selanjutnya adalah meniup bunga lilin (busak dian) yang bermakna masa remaja telah berakhir. Busak dian akan ditiup oleh mempelai laki-laki dan mempelai wanita secara bersama-sama, hal ini sebagai mempertegas hubungan mereka dan melepas masa lajang atau masa remaja mereka satu sama lain, dan diharapkan akan harmonis dalam berumah tangga nantinya. Dalam acara besanding seseorang akan membacakan tulisan yang disebut dengan kerangan yang berisi tentang maksud dan tujuan acara serta ucapan termah kasih kepada tamu undangan yang hadir dan pihak-pihak yang membantu.

ISMA PRIANDANI, mahasiswa pbsi fkip ubt

Comments