Beberapa bulan lalu, pemilik situs islam yang pernah diblokir tim kami datang bersilaturahmi. Situs mereka sudah dibuka kembali (normalisasi) karena konten yang dipermasalahkan sudah di takedown dan persyaratan untuk dinormalisasi lainnya telah dipenuhi. Selesai silaturahmi mereka menawarkan mau memberi saya sesuatu, dan langsung saya tolak karena memang layanan kami tidak berbayar.
Tapi karena mereka sedikit memaksa dan mengatakan hanya mau memberi saya sebuah buku, pada akhirnya saya terima juga. Buku itu yang sedang saya baca yakni "Ensiklopedi Akhir Zaman" karya Dr. Muhammad Ahmad Al Mubayyadh. Diantara halaman yang saya baca adalah tentang banyaknya fitnah dan munculnya tukang dusta di akhir zaman.
+++
Nah, barusan sahabat saya Ketua Asosiasi Forensic Digital Indonesia (AFDI) menyempatkan mampir ke ruangan kecil saya. Meski datang dengan senyum lebar, saya tahu kegundahan beliau sama dengan kegundahan saya. Raut wajah dan ekspresinya tidak bisa ditutup-tutupi. Tiba-tiba beliau bertanya sekaligus mengingatkan saya apakah masih ingat tentang suatu hadist berkaitan dengan akhir zaman dan ulama fasik.
Saya sedikit me-refresh ingatan saya tentang suatu Hadist yang pernah diajarkan kiyai saya di pesantren yang kira-kira isinya tentang ulama fasik dan akhir zaman.
+++
Ini isi hadistnya yang saya 'plagiat'-kan agar saya tidak salah menulis:
“Akan keluar pada akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia dengan menjual agama. Mereka berpakaian di hadapan orang lain dengan pakaian yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud dari dunia) untuk mendapat simpati orang ramai, dan perkataan mereka lebih manis daripada gula. Padahal hati mereka adalah hati serigala”.
Dulu saya pertama mendengar hadist ini di pesantren rasanya biasa-biasa saja, sambil menahan kantuk dan sesekali pura-pura konsentrasi di depan pak Kiyai.
Hari ini kok rasanya saya terenyuh mengingat hadist ini dan makna-makna di dalamnya. Terus terang hati kecil saya bersedih bahkan menangis mengingat sudah terlalu banyak yang saya ketahui tentang persoalan-persoalan yang ramai dibicarakan orang belakangan ini.
+++
Teringat lirik syair indah Abu Nawas yang ramadhan tahun lalu saya dengar dari 2 orang pengamen dan pernah saya tulis di tembok facebook ini:
+++
Ilahi lastu lilfirdausi ahla,
Walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi�
Fahabli taubatan waghfir dzunubi,
Fainaka ghafirudz- dzanbil ‘adzimi….
Dzunubi mitslu a’daadir- rimali,
Fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,�
Wa ‘umri naqishu fi kulli yaumi,
Wa dzanbi zaaidun kaifa –htimali
Ilahi ‘abdukal ‘aashi ataak,
Muqirran bi dzunubi Wa qad di’aaka�
Fain taghfir fa anta lidzaka ahlun,
Wain tadrud faman narju siwaaka...
+++
Maknanya kira-kira begini:
Duh Gusti… tidak layak aku masuk ke dalam surga-Mu
Tetapi hamba tiada kuat menerima siksa neraka-Mu
Maka kami mohon taubat dan mohon ampun atas dosaku
Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun atas dosa-dosa….
Dosa-dosaku seperti butiran pasir di pantai,
Maka anegerahilah hamba taubat, wahai Yang Memiliki Keagungan
Dan umur hamba berkurang setiap hari,
Sementara dosa-dosa hamba selalu bertambah, apalah dayaku
Duh Gusti… hamba-Mu penuh maksyiat,
Datang kepada-Mu bersimpuh memohon Ampunan,
Jika Engkau ampuni memang Engkau adalah Pemilik Ampunan,
Tetapi jika Engkau tolak maka kepada siapa lagi aku berharap?
TEGUH ARIFIYADI, pegawai negeri sipil
Comments
Post a Comment