SUATU SIANG DI CENTRAL STASIUN BERLIN



Tanpa sengaja duduk di samping perempuan berkerudung hitam yang sedang memandangi para demonstran tepat di depan stasiun Berlin. Saya pun tertarik untuk mengamati demontrasi tersebut di antaranya karena di spanduk besar yg mereka pajang tertulis Afganistan, juga karena beberapa dari demonstran adalah perempuan berjilbab.
Tanpa berfikir panjang saya duduk di samping perempuan berkerudung hitam, saya bertanya apakah dia orang Jerman dan mengerti bahasa Jerman. Ketia dia menjawab iya, saya langsung memberondong dengan pertanyaan inti, "apakah kamu tau maksud tulisan di spanduk tersebut,". Dia menjawab dengan penuh percaya diri, menurutnya tulisan tersebut bermaksud orang-orang Afganistan di Jerman menolak deportasi.
Lalu sayapun bak detektif mengajukan pertanyaan tanpa menanyakan dulu siapa dirinya. "Emang kenapa mereka harus dideportasi?". Perempuan berwajah manis ini menjawab kalau pemerintah Jerman menganggap Afganistan sudah aman, dan mereka harus kembali ke negaranya. "Terus kenapa mereka menolak dideportasi?", tanya saya sekenanya tanpa memikirkan perasaan perempuan ini. "Afganistan belum aman untuk kehidupan dan masa depan kami", perempuan itu menjawab dengan nada rendah. Sayapun langsung menyadari bahwa ternyata perempuan tersebut juga dari Afganistan. "Jadi kamu juga dari Afganistan?", sergap saya agak sedikit kaget dan menyesal. Dan tiba2 saya tidak dapat membendung air mata, "saya minta maaf, saya sangat merasakan apa yg kamu rasakan, sangat sedih".
Perempuan yang ternyata masih sangat muda lulusan komputer science dari Afganistan inipun menjawab sambil menahan tangis," tidak apa-apa, saya sebenarnya sudah mendapatkan kartu penduduk Jerman, mereka yang akan dideportasi yang  belum mendapatkannya, tapi kami tidak mempunyai banyak kekuatan untuk membantu mereka, itu yang membuat saya sedih,". Tangis sayapun tambah pecah, sambil  terus melanjutkan pertanyaan, "apakah kamu di sini bersama keluarga? bekerja atau kuliah?". Sambil menyeka air mata dia menjawab, "saya bersama suami, kami tinggal di Hamburg, kami sudah bekerja dan melanjutkan kuliah bachelor jurusan hukum di Hamburg".


Kemudian mata kamipun sama-sama berbinar, semacam sama-sama membaca bahwa ada harapan dan masa depan untuk dia dan suami juga orang-orang Afganistan. Menyadari waktu mepet, saya segera mengakhiri obrolan, menanyakan nama (dan saya lupa 😰) dan meminta berfoto bersama. Saya memeluknya dan sekali lagi saya menangis, "Semoga semua yang diperjuangkan lancar, kamu dan saudara-saudara Afganistan mendapat kemudahan". Ia menjawab singkat, "amin amin amin".

MAGHFIROH ABDULLAH MALIK, peneliti dan aktivis perempuan

Comments