PEMBERONTAKAN (3)



Pada awal tahun 1900, mayoritas kerajaan-kerajaan besar di jawa, sumatera, kalimantan, sulawesi dan kepulauan maluku, telah ditaklukkan belanda. Tidak ada lagi ksatria-ksatria lulusan kerajaan.

Maka muncullah ksatria-ksatria modern, yang dicetak oleh sekolah, kampus dan pesantren.
Kuda mereka adalah koran, padepokan mereka adalah organisasi, dan senjata mereka adalah Lidah dan Pena. Peluru mereka adalah Kata-kata.

Di samping kemunculan gerakan intelektual ini, muncul pula gerakan buruh. Serikat pekerja, pegawai, dan buruh tumbuh subur. Tuntutannya berbeda. Cara berjuangnya pun berbeda. Mereka berjuang lewat pemogokan-pemogokan. Mogok kerja adalah senjata mematikan bagi perusahaan belanda, karena itu membuat pabriknya tidak jalan.

Gerakan intelektual dan gerakan buruh ini, kemudian menjadi trend dan meluas. Namun tidak ada partai politik resmi yang mempersatukan mereka, sebab tidak ada demokrasi di hindia belanda. Rakyat tidak punya hak suara.

Maka, pada 1913, datanglah aktivis buruh belanda ke hindia belanda. Namanya Henk Sneevliet. Dia ingin menyatukan orang-orang yang bercita-cita mewujudkan kesejahteraan sosial dan mewujudkan demokrasi di hindia belanda. Maka didirikannyalah perkumpulan sosial demokrat hindia belanda (ISDV) pada 1914.

Pada 1914, situasi dunia sedang kacau karena perang dunia pertama. Maka situasi ekonomi memburuk, sehingga banyak buruh semakin menderita. ISDV membantu buruh itu menuntut kehidupan yang layak melalui aksi-aksi pemogokan. Namun pemerintah belanda menganggap itu pemberontakan dan lantas menekan ISDV dan orang-orangnya. Pada 1918, Sneevliet diusir dari hindia belanda, dan lantas pulang ke belanda.

Di tahun yang sama, untuk meredam pergerakan intelektual dan protes protes kaum buruh ini, Belanda mendirikan Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda (Volksraad). Volksraad ini tidak punya hak angket atau budgeting, hanya hak memberi masukan saja.

Namun begitu, para pejuang menyambut baik Volksraad, termasuk para mantan anggota ISDV. Pada 1920, mereka mendirikan perkumpulan baru, bernama Partai Komunis Indonesia dengan ketuanya adalah mantan aktivis serikat islam, semaun. Bedanya dengan ISDV, PKI ini garis politiknya mengikuti komunis internasional ketiga, sedangkan ISDV mengikuti komunis internasional kedua. (Mengenai perbedaan ini, lain waktu kita bahas). Di sisi lain, mereka beranggapan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan mewujudkan demokrasi, hindia belanda harus merdeka terlebih dahulu.

Tahun itu juga, salah satu anggota PKI, Tan Malaka, mengikuti pemilihan umum Volksraad mewakili Partai itu. Ia lolos dan menjadi anggotanya. Namun hanya beberapa bulan di situ, ia keluar. Mungkin karena menyadari lembaga itu berisi lebih banyak yang berpihak ke belanda daripada yang pro kemerdekaan. (Langkah ini kedepannya diikuti tokoh-tokoh bangsa).

1921, Tan Malaka terpilih menjadi ketua PKI menggantikan Semaun. Lalu ia berusaha menyatukan gerakan-gerakan yang ada, bahkan gerakan islam. Jelas ini dianggap belanda sebagai ancaman sehingga Tan Malaka ditangkap dan dibuang ke belanda pada tahun itu juga. 

Di tahun 1922, Tan Malaka tak putus harapan, di Belanda ia ikut pemilihan umum sebagai calon legislatif  melalui Partai Komunis Belanda (CPH). Walaupun ia tidak lolos.

Demikianlah, putus harapan memperjuangkan kemerdekaan indonesia dengan cara diplomasi, baik di parlemen pura-pura (volksraad) maupun di parlemen betulan di belanda, PKI menjadi semakin radikal. (Bersambung).


RAGA CANDRADIMUKA,  budayawan kalimantan utara

Comments