LIBURAN PENYAIR



Sekitar seminggu lalu, ada yang menyorong saya hingga terjerumus ke dalam grup "Apresiasi Sastra". Saya pasrah, meringkuk dan menyerah, pura-pura meronta tapi menikmati.

Awalnya, grup ini saya kira berisi kritik-kritik dan ulasan (sesuai namanya), eh, ternyata berisi perseteruan orang-orang yang sedang bertengkar, hajar-hajaran, saling serang, tapi tetap seputar sastra. Lumayanlah. "O, gak apa-apa," batin saya, "mungkin ini dinamika grup saja supaya kita-kita ini ndak spaneng lalu nge-hank karena kelamaan membahas yang dakik-dakik dan jelimet."

Baiklah, saya bikin kopi, mulai menonton.

Di grup itu ada beberapa tokoh. Ada yang bernama Bung Joss, ada Narudin, ada Nuruddin, ada Saut, ada Dino. Nama yang lain, sih, banyak tapi kayak cuman sebagai figuran atau pemandu sorak belaka jika ditimbang berdasarkan keganasan aktivitas tokoh-tokoh yang disebut tadi. Saya hanya kenal nama yang terakhir: lelaki kekar yang kalau kamu kena jotos, bakal pingsan secara ngejos sampai pekan depan.

Kawan-kawan, bagi kalian yang pegawai, selamat bersantai sejenak dari mesin pencatat sidik jari; bagi kamu yang niagawan, selamat menikmati libur akhir pekan di tempat-tempat wisata atau restoran, bersama keluarga atau kolega. Pekan ini, keluarga penyair cukup berlibur di grup Apresiasi Sastra saja: sambil menyelam minum air; nonton orang bertengkar sembari belajar.

Adakalanya, penyair atau penulis itu harus rehat, bersantai, enggak menulis melulu (kalau para pengetik, tidak bersantai tidak apa-apa). Selingi hari-hari dengan membaca, melancong, dan ikut diskusi-diskusi. Jika kamu menulis terus dan terus menulis, nanti kamu akan kehabisan gaya dan kehabisan materi/ide. Jadinya, yang keluar adalah kata-kata siluman: tampak tertera tapi tidak bisa dibaca; sama seperti kamu minum kopi abal-abal yang dapat membuat mata jadi melek tapi tidak bisa melihat apa-apa.

M. Faizi, budayawan madura

Comments