JONRU GINTING: DI BALIK DAPUR PEMBLOKIRAN KONTEN NEGATIF INTERNET (2)


Kalau saya akhirnya menulis tentang Jonru, tentu tidak akan membuat Jonru semakin populer karena memang Jonru sudah populer.

Jadi begini! Jonru itu seperti bayi lucu yang selalu gemesin. Kata-katanya di media sosial diracik dengan sangat apik untuk membuat orang makin sayang sekaligus semakin benci. Jonru paham bahwa media sosial butuh ‘tokoh’ versinya sendiri.

Kata-katanya tajam menyayat melukai banyak nalar dan menyakiti pikiran para pembencinya! Keberaniannya seolah mewakili para pembenci Jokowi dan pemerintahan untuk berpendapat tentang kebenaran menurut keyakinannya.

Dampak kalimat atau kata-katanya di media sosial sungguh mengagumkan sekaligus memprihatinkan. Ada banyak untaian doa mendukung perjuangan Jonru sekaligus cacian yang justru jadi bahan bakarnya. Silahkan baca komentar-komentar tulisan Jonru, isinya komplit! banyak kata-kata suci yang bercampur dengan kata-kata kasar yang merepresentasikan kedua belah sisi.

Jangan tanya berapa banyak pembenci atau pengagum Jonru, karena jumlahnya lebih dari cukup untuk bisa untuk membuat partai baru, baik partai pengangum maupun partai pembenci. Untuk urusan ini saya boleh sebut bahwa strategi marketing Jonru sukses untuk menjadikannya ‘bintang’ media sosial! :)

+++

Nah kira kira kalau Jonru diproses hukum, pasal apa yang bisa dikenakan? Konon pasal terdekat di UU ITE yang bisa dikaitkan dengan kalimat-kalimat Jonru adalah pasal tentang fitnah (27 ayat 3) dan provokasi SARA (28 ayat 2). Mari kita lihat apa betul bisa digunakan!

Pertama, soal fitnah. Pasal ini adalah delik aduan (pasal 45 ayat 5 UU ITE). Artinya hanya orang yang difitnah yang dapat mengadukan. Artinya jika Jonru dituduh memfitnah pak Jokowi, maka pak Jokowi secara pribadilah yang harus melaporkan Jonru. Pertanyaannya, apakah mau pak Jokowi melaporkan Jonru?

Masih ingat kasus pembuat buku Jokowi Under Cover? Kebetulan saya menjadi salah satu ahli dalam kasus tersebut. Dalam persidangan kasus tersebut terungkap banyak sekali fitnah terhadap pak Jokowi. Tapi sampai dengan vonis dijatuhkan kepada sang pembuat buku, pak Jokowi tidak pernah sekalipun melaporkan si pembuat buku dengan tuduhan memfitnah. Jika akhirnya pembuat buku diproses hukum, itu semua semata karena pengaduan dari salah satu korban yang turut difitnah dalam buku Jokowi Under Cover tersebut.

Menariknya dalam kasus tersebut, terungkap juga fakta ada aliran uang dari pembuat buku tersebut dari salah seorang yang diduga terafiliasi dengan politik. Kebetulan saja sepertinya! (baik sangka lebih baik)

Kedua, pasal tentang provokasi SARA. Pasal ini bukan delik aduan. Artinya siapapun warga negara Indonesia berhak mengadukan Jonru jika terindikasikan menebarkan kebencian berdasarkan isu SARA.

Pertanyaan saya, dari jejak digital status-status Jonru di akunnya, apakah ada penyebutan Suku, Agama, Ras atau Antar Golongan yang menjadi narasi untuk menyatakan kebencian baik terhadap individu ataupun kelompok? Jika ada, silahkan dilaporkan ke pak polisi agar bisa diproses hukum. Jika tidak ada, jangan juga kita ikutan jadi hakim jalanan media sosial memvonis orang bersalah karena didasari rasa benci. :D

+++
Seperti ucapan Jonru di ILC yang dengan lantang mengatakan “Saya tidak takut!”, maka seharusnya yang mau melaporkan Jonru ke polisi juga tidak perlu merasa takut sepanjang didukung oleh bukti yang mamadai. Tapi jika kita hanya berani menyuarakan kebencian atau ancaman memproses hukum Jonru tanpa didukung bukti dan argumentasi hukum yang memadai, maka kita sebetulnya hanya layak disebut sebagai seorang haters sama seperti para haters lainnya! Dan edisi tulisan-tulisan Jonru berikutnya akan terus bersambung bahkan mungkin tidak akan tamat!

+++
Sementara itu di dapur kami…

Sebagai penjaga gerbang konten yang menangani pemblokiran konten internet negatif, tim kami tidak pernah sekalipun diperintahkan atau saya secara khusus meminta tim saya untuk mengawasi atau memantau khusus akun Jonru. Urusan kami tidak sampai di level itu, kami fokus pada pemblokiran konten negatif (situs maupun akun) terkait kejahatan serius seperti pedofilia, narkoba, pornografi, terorisme, dan konten internet negatif lainnya yang secara makro diprediksi akan mengganggu stabilitas atau keselamatan warga negara. Konten-konten tersebut sifatnya lebih permanen, tidak terkait kepentingan politik atau kekuasaan, tidak juga perlu perdebatan panjang ketika harus kami eksekusi.

Selama kami tidak diperintahkan khusus untuk itu, kami tidak akan menghabiskan energi dan waktu untuk memantau akun-akun privat semacam itu. Energi dan waktu kami yang sedikit ini lebih baik kami gunakan untuk melayani masyarakat semampu kami bisa.

Entah jika ada perintah lain di esok atau lusa!

TEGUH ARIFIYADI, pegawai negeri sipil

Comments