JANGAN MAU SEKALI-KALI DIBOHONGI (PAKAI) AL-GORITMA!



Saya teringat dalam suatu forum cyber security di Canberra Maret lalu, Dr Deborah Frincke, Direktur Penelitian National Security Agency (NSA) menyampaikan ‘kegalauan’ pemerintah Amerika dengan fenomena media sosial.  Bukan galau karena keberadaannya, tapi galau dengan banyaknya trend untuk merekayasa dan ‘mengakali’ media sosial. Padahal trend isu yang berkembang di media sosial seringkali dijadikan parameter untuk membuat suatu kebijakan atau keputusan penting dengan bantuan analisa mesin pembelajar (machine learning).

Setidaknya ada 3 trend ‘mengakali’ data di media sosial menurut beliau, yang pertama adalah “data poisoning” atau meracuni data dengan cara manipulasi sehingga algoritma si mesin pembelajar  akan terkecoh karena ada perubahan pola data. Kedua adalah “evasion” atau teknik tertentu untuk menghindari algoritma si mesin pintar membaca konten medsos tertentu. Ketiga adalah “astroturfing” atau memalsukan reputasi data.

Simpelnya algoritma rawan dikadali oleh manusia!

+++

Masih ingat kan ketika akun twitter Habieb Rizieq dan FPI tiba2 hilang di twitter? Sasaran tuduhan pertama jelas ke Pemerintah khususnya ke tim kami, karena hanya pemerintah yang memiliki kewenangan untuk menghilangpaksakan suatu akun di medsos. Padahal itu "ulah" para flagger atau kumpulan orang yang membuat pelaporan (report) serentak terhadap satu akun hingga akun tersebut di suspend. Hal yang sama juga terjadi pada kasus menghilangnya akun Afi Nihayah Faradisa, Babo, Dina Sulaiman, dll.

Kok mudah sih akun dihilangkkan atau di suspend?

Memang mudah karena di setiap medsos pasti ada fitur untuk melaporkan akun atau konten. Dengan puluhan juta pengguna twitter dan facebook di Indonesia, mustahil twitter dan facebook menggunakan  100%  manusia untuk menganalisa laporan atas suatu akun atau konten. Mereka mengandalkan mesin pintar dengan algoritma tertentu untuk memfilter setiap laporan atau flagging. Sadisnya, algoritma mereka malah dimanfaatkan pihak tertentu untuk mengubur akun atau konten lawan.

+++

Contoh kongkretnya; jika kelompok saya tidak suka dengan akun X atau konten Z, maka yang harus saya lakukan adalah membrodkes di group chatting kelompok saya rencana membuat laporan (report) serentak atas akun X ke penyelanggara medsos dengan mengatur pelaporan dalam jeda waktu yang berbeda-beda (timing), dengan alamat Internet protocol (IP) atau lokasi yang berbeda-beda, dengan alasan pelanggaran yang sama (misalnya menuduh akun menyebarkan konten hate speech, melaporkannya sebagai akun palsu, dll).

Mungkin dengan kurang dari 500 atau seribu akun dengan sebaran IP berbeda, waktu yang berbeda, alasan pelaporan yang sama, maka akun atau konten tersebut bakal lenyap tak berbekas di media sosial.

Atau jika ada yang punya sedikit modal, mereka bisa buat sekian puluh ribu robot akun dengan stok alamat (IP) beragam atau beternak akun sebanyak-banyaknya. Kendali robot akun atau akun-akun hasil ternakan ditempatkan dalam di satu dashboard, dan ketika dibutuhkan, mereka tinggal perintahkan robot melakukan rekayasa konten atau melakukan pelaporan dengan mengatur jeda waktu dan IP.

Alhasil mereka bisa mengatur trending topic, melenyapkan akun, membuat isu murahan yang seharusnya biasa saja menjadi luar biasa atau jika bicara bisnis mereka bisa lejitkan produk tertentu yang sebetulnya biasa-biasa saja.

Algoritma mesin pembelajar Drone Emprit (media kernel) milik mas Ismail Fahmi mungkin saja mendeteksi pergerakan robot akun di medsos, tapi para peternak akun atau juragan robot akun juga akan terus berimprovisasi dengan teknik yang dijelaskan ibu Direktur Deborah diatas untuk mengkadali para mesin pembelajar. Setidaknya itu yang dikatakan Paman Sam!

+++

Sebagai catatan, upaya “kadalisasi” algoritma untuk melenyapkan akun tidak serta merta berlaku jika akun mendapatkan blue check atau centang biru sebagai akun terverifikasi atau akun populer (misalnya institusi yang telah terverifikasi atau tokoh populer dengan banyak pengikut). Jadi jangan heran jika akun om Jonru Ginting dan Denny Siregar tetap sakti di media sosial. Kesaktian mereka hanya bisa dihilangkan oleh si “trusted flagger” yakni pemerintah dengan ajian khususnya (kewenangan). Entah kapan!

Tapi jangan khawatir jika yang hilang adalah akun anda, tentu ada teknik dan prosedur pemulihannya, meski tidak semuanya disetujui penyelenggara medsos. Jika akun anda dengan puluhan ribu follower selalu menyebarkan konten positif, tapi ditumbangkan kelompok tertentu, tinggal ajukan pemulihan ke penyelenggara medsos. Jika ditolak atau dipersulit, silahkan datang ke tempat kami, insyaAllah akan kami bantu pulihkan dengan syarat dan ketentuan berlaku. :)

+++

Jadi, kesimpulannya apa? Embuh lah, saya bukan dosen. Saya cuma petugas blokir konten internet! :)

TEGUH ARIFIYADI, pegawai negeri sipil

Comments