Kemarin dengan menggunakan bus, kami serombongan berangkat menuju Jena - Thuringen, dan bus belum beranjak ke kota lain masih di berada di Berlin, saya cukup kaget mendapati tulisan besar dengan menggunakan pilok di balik baliho kampanye seseorang, tulisan yang bisa saya baca dari dalam bis yang sedang melaju adalah ; ISLAM? dan ada tulisan lain dg bahasa Jerman tentu saya tidak tahu artinya karna bis melaju cepat bukan karena saya tidak bisa bahasa Jerman ๐. Sayangnya tidak sempet saya abadikan jadi tidak sempet saya konfirmasikan kepada teman Jerman ๐.
Cukup kaget juga mendapati tulisan tersebut, saya meyakini sedikit banyak pasti tulisan tersebut ada kaitannya dengan aksi teror yang terjadi di di Berlin 2016 lalu dan juga aksi teror yang dilancarkan di negara2 lain yang mengatasnamakan Islam.
Lalu saya bertanya kepada seorang teman Bangladesh yang kebetulan duduk di belakang saya. "kamu lihat tulisan Islam tadi dengan pilok besar?". Jawabannya cukup mangagetkan, katanya dia banyak menemukan hal serupa di beberapa tempat di Berlin. Bahkan dia mengatakan merasa tidak nyaman, aroma rasis sangat dia rasakan.
Saya membalasnya dg santai, "masa sih? Apa itu perasaan mu saja?". Kemudian dia merospon dg nada serius dan agak meninggi. "Mungkin, mungkin karena saya brewokan, dan sangat tipikal muslim dan imigran, tapi Zarh teman dari Filipin juga merasakan hal yg sama. Dan ini tidak hanya terjadi di Jerman, di banyak negara Eropa. Saya cukup kaget, saya tinggal lama di UK awal tahun 2000 dan kemarin kembali mengunjungi UK, sangat berbeda. Saya sangat tidak nyaman di sana. Semua orang seolah mewaspadai saya".
Kebetulan teman Bangladesh saya ini muslim yang menghabiskan empat tahun unt sekolah di UK. Dan dia sekarang kembali ke Bangladesh bekerja sebagai think tank pemerintah Bangladesh yang salah satu isu yang sedang dihadapi negaranya adalah kelompok ekstrimis.
Itu yang saya bilang pada judul tulisan sebelumnya, bahwa mereka yang melakukan aksi teror atas nama agama sebenernya sedang melakukan teror kepada saudara seimannya. Paling tidak itu yang dirasakan teman saya.
*lagi malas nulis tapi harus nulis. Capccai badai, perjalanan panjang dilanjut dinner meeting hingga larut. Laporan ๐๐
MAGHFIROH ABDULLAH MALIK, peneliti, tinggal Di Jakarta
Comments
Post a Comment