CERITA LAIN TENTANG BUNI YANI: DI BALIK DAPUR PEMBLOKIRAN KONTEN NEGATIF INTERNET (5)


Ini cerita lain tentang Buni Yani, sosok yang populer di sekitar peristiwa Ahok Dan Pilkada DKI jakarta.
Sebetulnya saya tidak ada rencana untuk hadir sebagai ahli pada sidang kasus Buni Yani (BY) di PN Bandung beberapa waktu silam. Meski surat permintaan hadir sebagai ahli sudah saya terima 5 hari sebelumnya, saya tietap tidak berencana hadir karena saya sudah terlanjur membuat janji hadir rapat, bertemu tamu, serta melayani liputan salah satu stasiun televisi tentang pengoperasian teknis sistem cekrekening.id. Tapi karena desakan rekan-rekan penyidik Polri yang mengaggap kasus ini sebagai kasus atensi, akhirnya saya muncul juga di sidang kasus BY.

+++

Sekilas saya akan cerita tentang sidang kasus ini dalam perspektif saya sebagai ahli dalam kasus tersebut. Maaf jika tulisannya tidak mudah dicerna. Mumpung saya boleh cerita karena kesaksian saya sudah diberikan di persidangan. :)

Pak BY pada awalnya dilaporkan telah melanggar ketentuan pasal 27 ayat 3 (pencemaran nama baik) dan pasal 28 ayat 2 (hate speech berdasarkan SARA) Undang-Undang ITE. Ketika pemberkasan ahli, saya dengan tegas menyatakan perkara pak BY tidak bisa dikenakan pasal 27 ayat (3) UU ITE karena pasal tersebut merupakan delik aduan, dan pak Ahok tidak pernah melaporkan atau mengadukan pak BY dalam perkara tersebut, melainkan pihak lain.

Akhirnya penyidik sepakat dengan pendapat saya untuk tidak menerapkan pasal pencemaran nama baik, dan menggunakan pasal hate speech berdasarkan SARA. Itupun harus didukung oleh pendapat ahli bahasa, sosiolog, ahli hukum pidana, dan ahli digital forensic dalam menganalisa konten video dan teks.

Nah di sidang kemarin, tim jaksa tampaknya menambahkan pengenaan pasal 32 UU ITE dalam dakwaannya. Padahal di pemberkasan ahli, saya sudah nyatakan bahwa pasal 32 tidak bisa dikenakan dalam perkara pak BY. Di persidangan, berulang-ulang saya ditanya tentang unsur pasal 32 tersebut. Saya menjawab secara eksplisit bahwa dalam perkara seperti yang diilustrasikan Jaksa (perkara BY), pasal 32 tidak bisa diterapkan karena beberapa hal fundamental.

Sangat disayangkan tim Jaksa justru kurang mengeksplorasi lebih dalam pengenaan pasal 28 ayat 2 dan terkesan memaksakan penggunaan pasal 32 UU ITE. Meski hal itu mungkin saja bagian dari strategi dalam persidangan.

+++

Sebagai ahli, meski saya dihadirkan dari pihak jaksa dan penyidik, saya tetap tidak menunjukkan keberpihakan terhadap siapapun. Buktinya dalam sidang, saya tidak segan untuk membalikkan atau mengkoreksi secara ‘keras’ kesalahan pernyataan dan pertanyaan yang diajukan oleh jaksa dan penasihat hukum.

Saya menilai baik tim jaksa maupun tim penasihat hukum kasus BY belum memahami dengan baik dasar-dasar bukti elektronik dan penggunaan teknologi informasi. Sehingga sering muncul beberapa pertanyaan yang seharusnya tidak perlu ditanyakan karena justru jawaban saya akan merugikan mereka sendiri (baik jaksa maupun penasihat hukum).

Dari sisi bobot pertanyaan, saya subyektif menilai, pertanyaan yang diajukan tim penasihat hukum jauh lebih substantif dibanding dari tim jaksa, prasangka saya mungkin saja itu terjadi karena jumlah penasihat hukum BY lebih banyak dibanding jumlah jaksa dan beberapa diantara penasihat hukum pak BY adalah pengacara-pengacara muda.

Tidak hanya tim jaksa dan tim penasihat hukum, majelis hakim dan pak BY sendiri turut bertanya yang semuanya saya jawab dengan singkat dan jelas. Pertanyaan hakim lebih banyak tentang bukti elektronik dan digital forensic, sementara pertanyaan pak BY lebih ke arah meminta penjelasan UU ITE secara historis.

+++

Meski saya punya prediksi putusan kasus ini, saya tidak mau berandai-andai lebih jauh. Saya hanya berharap kasus ini bisa diputus oleh mejelis hakim seadil-adilnya. Jika harus bebas ya bebaskan! jika harus dikenakan penjara ya dikenakan saja! Saya yakin kita semua berharap hakim bisa memutus dengan adil!

Jika anda adalah pendukung pak Ahok, dan anda menganggap keputusan hakim terhadap pak Ahok tidak adil, apakah anda rela jika pak BY juga divonis penjara karena keputusan yang tidak adil? Jika rela, berarti anda sendiri bukan orang yang adil. Setidaknya tidak adil terhadap pikiran anda sendiri.

Atau saya balik, jika anda adalah pendukung pak BY, dan menganggap keputusan hakim terhadap pak Ahok sudah adil, apakah anda menerima jika pak BY juga divonis penjara padahal itu sudah merupakan keputusan yang adil? Jika anda tidak menerima, coba tanya hati nurani anda apakah itu sudah benar-benar adil?

Kita harus sepakat bahwa apapun yang diputuskan oleh majelis hakim adalah ikhtiar mewujudkan keadilan. Tidak perlu lagi berbalas sindir atau protes berlebihan terhadap putusan majelis hakim nanti. Jika anda merasa putusan majelis hakim tidak adil, yakin saja bahwa itu bentuk keadilan dengan cara lain dari Allah yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi siapapun dan kapanpun.

Adil versi manusia bisa berbeda dengan adil versi Allah bukan?


TEGUH ARIFIYADI, pegawai negeri sipil

Comments