BERKUNJUNG KE KANTOR PBB DI VIENNA AUSTRIA


Mengunjungi kantor United Nations (PBB) di Vienna adalah salah satu pengalaman berharga, karena hidup adalah memperkaya pengalaman *alah 😜.  UN sendiri sebenarnya memiliki 4 kantor di 4 negara berbeda; kantor UN di NY adalah untuk isu-isu politik, sementara di Genewa untuk isu hak asasi dan kemanusiaan, dan kantor UN di Nairobi untuk isu-isu lingkungan (yang ini aku sangat terobsesi memgunjunginya selain lokasi dan isunya). Maka kantor UN di Vienna ini adalah untuk isu-isu teknis, energi (nuklir), teknologi, industri dan penanganan kriminal dan narkotika.


Memasuki bangunan megah sumbangan pemerintah Austria untuk PBB, kami disambut oleh kibaran bendera negara2 anggota PBB yang berjumlah kurang lebih 120an, termasuk bendera Palestina juga berkibar di sana. Dan tentu bendera tanah air tercinta Indonesia.

Kebetulan ketika kami berkunjung sedang ada pameran penggunaan teknologi nuklir untuk kehidupan manusia ; ada banyak stand dari banyak negara yang menawarkan produk nuklirnya, termasuk Indonesia.

Kami juga mengunjungi pameran pendaratan pesawat ruang angkasa pertama yang dilakukan oleh orang Rusia; Yuri Gagarin (1961) dan Valentina Tareshkova (perempuan pertama yang mendarat ke ruang angkasa 1963)  Di sana juga ada miniatur satelit ruang angkasa milik beberapa negara termasuk China, juga ada batu asli yang  dibawa dari bulan. Ah rasanya pengen membawa Abel ke sini bunRoziqoh Sukardii pasti dia crewet banget 😜.



Ada ribuan staff di kantor UN ini, dan dalam satu tahun ada ribuan sidang digelar. Di dalam ruangan sidang ada paling tidak 5 bahasa yang bisa digunakan oleh peserta sidang untuk bisa mengikuti sidang dengan baik (Arab, Inggris, China, Perancis, dan Spanyol) Kebayang nggak sih rumitnya menjadi translator meeting UN dengan isu-isu teknologi yang njlimet begitu hehe...

Anyway, semoganya sih keberadaan UN bener2 menjadi tempat untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dunia; tidak hanya untuk menjalankan kepentingan negara tertentu, tapi justru menjadi mediator negara-negara 'tak bersuara' memperjuangkan 'kepentingannya'.

MAGHFIROH ABDULLOH MALIK, peneliti dan aktivis perempuan

Comments