KABAR: PENELITI PERANCIS UNGKAP FAKTA MENGEJUTKAN, TERNYATA RAJA ALAMSYAH ADALAH RAJA TIDUNG SEMBAWANG YANG MASUK ISLAM




(Keterangan: Gambar hanyalah ilustrasi kebudayaan Tidung di Borneo Utara)
 

PENELITI PERANCIS UNGKAP FAKTA MENGEJUTKAN, TERNYATA RAJA ALAMSYAH ADALAH RAJA TIDUNG SEMBAWANG YANG MASUK ISLAM


TARAKAN (18/08). Tidak banyak masyarakat yang pernah mengetahui adanya kerajaan bernama Tidung Sebawang, dan ada juga yang beranggapan bahwa Raja Alamsyah adalah raja yang memerintah kerajaan yang berbeda. Ternyata Raja Alamsayah adalah Raja Tidung Sembawang yang telah masuk Islam. Sejarah tersembunyi tersebut diungkap oleh peneliti dari Perancis, Bernard Sellato, yang membuat tesis bahwa pada masa dulu terdapat kerajaan bernama Tidung Sembawang di kawasan Borneo Utara. Tesis Bernard Sellato tersebut terungkap dalam sebuah artikel yang diterjemahkan Oleh Raga Candradimuka, Budayawan Muda Kalimantan Utara. 
Menurut Bernard Sellato,  pemerintahan Kerajaan Tidung Sembawang memiliki sejarah hampir sama dengan Kerajaan Tidung Sesayap. Dalam khazanah pengetahuan masyarakat kerajaan tersebut sebenarnya lebih dikenal dengan Kerajaan Tanjung belimbing atau Kerajaan Kabiran pada masa Raja Pandita.Kerajaan Tidung Sembawang memegang peranan penting dalam perdagangan di lembah Sei (sungai) Tubu dan Malinau.
Bermula dari penduduk Bunyu, yang kemungkinan besar merupakan populasi orang dari berayu’ (Berau).
Sejarah mereka dimulai dari Bunyu kemudian berpindah ke Pulau Muyu di Selatan Sesayap pada pertengahan pertama abad 18, sekira tahun 1700-1750 Masehi. Raja pertama yang memerintah adalah Raja Lambat, atau Raja Rambat yang disebut-sebut merupakan bangsawan berasal dari Banjarmasin. Di Pulau Muyu , mereka menyatu dengan Suku Dayak pesisir lokal yakni kemungkinan besar Berusu dan berpindah ke Bebatu. Pada masa pemerintahan Raja Mas Mangku, mereka berpindah ke Penagar. "Akhir abad 18, mereka berpindah ke hulu lagi, yakni ke daerah Sebawang, atau Sembawang, di Sei Sebawang. Daerah tersebut terkenal dengan gua-gua sarang burungnya di masa Raja Sebawang," ujar Peneliti Perancis, Bernard Sellato. 
Fakta lain yang diungkap Bernard Sellato ialah Raja sebawang masuk islam dan mengganti nama menjadi Raja Alamsyah alias Panembahan Tua Sebawang. Sebagaimana Tidung Sesayap, penduduknya memeluk islam sekitar setengah abad kemudian. Setelah serangan dari Kerajaan Sulu, Raja Alamsyah pindah ke Tideng Pala, yang dijadikan benteng yang lebih baik. Di  daerah tersebut, kursi pemerintahan terus bertahan dan bahkan terus diwariskan di bawah pemerintahan beberapa raja dengan gelar Panembahan hingga lima puluh tahun lamanya.
Menurut catatan Bernard Sellato,  sekitar tahun 1860an, Ali Hanafiah yang memiliki gelar Panembahan Raja Tua, memindahkan pusat pemerintahan ke hulu sungai Bengalun. Ia pindah lagi lebih ke hulu, yakni Pulau Sapi. Mereka pindah disebabkan oleh serangan kelompok lain dan juga ancaman perampok dari sekitar Sei Kayan yang menjarah sarang-sarang burung di sungai-sungai Sekatak dan Sebawang.
"Hal menarik bahwa arsip Belanda melaporkan adanya pedagang Arab yang diberi ijin mengumpul rotan di lembah sungai Bengalun. Ini catatan pertama mengenai kontrak kerjasama (konsesi) produk tunggal. Di Bengalun dan Pulau Sapi, Raja-raja Sembawang berdagang, khususnya sarang burung, termasuk dengan Suku Merap yang menjadi Raja-raja Malinau dan mengontrol sarang burung di Gong Solok, Rian dan Sungai Seturan," ungkap Bernard Sellato.
Perdagangan dengan suku pedalaman oleh Raja-raja Sebawang dapat menyaingi perdagangan Raja-raja Sesayap termasuk kegiatan dagang ekspor-impor antara kedua kerajaan dengan Kerajaan Tidung Sesayap akhir abad 19. Di antara kegiatan perdagangan tersebut, fakta lain yang menarik juga diungkap Bernard Sellato, yakni adanya perkawinan silang kebudayaan antara keturunan Raja-raja Sebawang dengan keturuanan Kerajaan Tidung Sesayap, dan juga Orang Tidung Sembakung Mensalong. (ambau.id)

Comments