PUISI-PUISI MIFTAH, YOGYAKARTA: MAAFKAN ANAKMU, IBU



PUISI-PUISI MIFTAH, YOGYAKARTA: MAAFKAN ANAKMU, IBU




Maafkan Anakmu, Ibu


Dia yang surga ada dibawah telapak kakinya
Dia yang kemuliaannya tiga kali dari ayah
Dia yang menerima rasa sakit yang sesakit-sakitnya
Dia yang setiap tutur katanya adalah do'a
Dia yang kasih sayang tak berbatas
Asanya selalu ada
Yang dilantunkan saat sujudnya
Agar buah hatinya meraih apa yang ceritakan padanya
Walau dia tak pernah berharap balas darinya
Tapi, anaknya seakan tak pernah memahaminya,
Berat rasa, berat jiwa, berat hati untuk merawatnya,
Berbagai alasan menjadi kambing hitam dari keengganannya,
Kata, ahh...
Ibu ini... menjadi biasa, bahkan disertakannya
Bentakan, hardikan, dan sumpah serapah lainnya...
Ibu, maafkan anakmu...
Yang tidak mampu melayanimu
Atau bahkan hanya sekedar menjadi teman ceritamu Ibu...
Maafkan anakmu....
Yang masih saja membebanimu, di kala masa tuamu
Hatta, ketika engkau sakit pun masih meminta bantuanmu
Seolah tak pernah lelah merepotkanmu,
Tapi engkau pun tak pernah lelah mengasi



Menghidupkan Hati


Penuntun itu harus diikuti,
Panggilan Tuhan harus dipenuhi,
Menegakkan hukum yang sejati,
Meraih hidup yang hakiki
Panggilan itu bukan untuk sendiri,
Karena hidup tidak hanya untuk pribadi,
Hukum meliputi semua diri,
Mengikatnya menjadi satu hati
Hati yang hidup dengan kebaikan,
Penuh dengan spirit ketaqwaan,
Saling menebar kemanfaatan,
Bermuara sama meraih keberkahan
Batas diri dan hati itu sangat dekat,
Allah jualah yang bisa mengikat,
Menjadikannya bagaikan jimat,
Menjadikan manusia jauh dari laknat.
Bandung - Majenang, 26 Juni 2017



Perjalanan Melelahkan


Perjalanan ini terasa panjang
Tak sebanding dengan jarak yang terbentang
Episode yang sebenarnya tidak butuh waktu lama
Tapi harus berjalan tertatih
Waspada dan tetap terjaga
Ada saja yang ingin cepat
Hak orang lain pun dia dapat
Dengan cara tidak tepat,
Serobot, sikat, dapat
Untuknya adalah dirinya
Masa bodoh dengan sekitarnya
Dirinya pun akan mudah lelah
Perjalanan pendek pun
Semakin terasa panjang dan melelahkan

Bandung Majenang, 26 Juni 2017


*****
Penulis merupakan dosen Universitas Muhamadiyah Yogyakarta

Comments